BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika Allah SWT mewajibkan
seseorang untuk mengerjakan sesuatu, itu artinya Allah telah menyiapkan imbalan
yang dapat dipetik atas apa yang telah dikerjakan oleh hambanya itu. Seperti
ketika Allah mewajibkan bagi setiap umatnya untuk menuntut ilmu dimanapun itu,
karena menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia. Tanpa ilmu
manusia akan tersesat dari jalan kebenaran.Bahkan dirinyapun tidak bisa menjadi
lebih baik. dan dari situlah Allah juga akan melihat kepada hambanya yang
benar-benar bekerja keras atau barang siapa yang benar-benar menunaikan
kewajiban tersebut, maka Allah SWT akan memberikan hasil atau imbalan yang
sesuai dengan apa yang telah diusahakan. Disamping itu seseorang pastinya
membutuhkan motivasi dalam menjalankan upayanya tersebut, sebenarnya banyak
orang bijak mengatakan bahwasanya “Motivasi terbesar itu datang dari diri
sendiri”. Ya, kita semua mengetahui akan hal itu, dengan didasari niat yang
baik atau niat yang benar-benar ingin dicapai dari apa yang diupayakan serta
menjalankannya semata lillahi taa’la.
Kembali untuk mengetahui apa itu
Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW
secara berangsur-angsur melalui perantara malaikat Jibril. Dan dari Nabi Muhammad
SAW lah Al-Qur’an tersebut disampaikan kepada umat manusia dan berfungsi
sebagai petunjuk baginya, petunjuk untuk membawa manusia ke jalan yang lurus,
petunjuk sebagai pembeda antara yang haq dan yang bathil, serta salah satu
fungsi dari Al-Qur’an adalah sebagai motivasi untuk belajar atau motivasi dalam
pendidikan. Mengapa demikian? Terdapat banyak surat dalam Al-Qur’an yang
menjelaskan tentang pendidikan, dan dari sanalah kita dapat mengambil beberapa
kesimpulan tentang motivasi belajar atau pendidikan dalam Al-Qur’an.
Berangkat dari kata motivasi yang
artinya adalah dorongan, dorongan atau dalam bahasa arab {at-tasyji’} dorongan
yang mempengaruhi diri seseorang untuk melaksanakan sesuatu. Atau berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan teori Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer,
arti motivasi adalah 'alasan' yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan
oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat
diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa
yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Serta
motivasi yang kita garis bawahi disini adalah motivasi pendidikan dalam
persepektif atau pandangan Al-Qur’an. Segala sesuatu yang berkesinambungan atau
berjalan diatas bumi ini telah dijelaskan oleh firman Allah dalam Al’Qur’an.
Mulai dari segi sains, ilmu sosial hingga psikologi. Tinggal bagaimana seorang
umat atau hamba Allah yang berfikirlah yang harus menganalisa kembali apa yang
telah Allah wahyukan melalui Kitab suci Al-Qur’an. Dan apa yang Allah
semata-mata berikan kepada umat manusia adalah segala sesuatu yang berupa
hidayah dimana didalamnya terkandung banyak sekali hikmah. Dan salah satunya
adalah pendidikan.
B. Rumusan masalah?
1. Apa
Pengertian Motivasi Belajar?
2. Bagaimana
Tafsir ayat ke 50, 160 surat al-An’am?
3. Bagaimana
Tafsir ayat ke 9 surat al-Zumar?
4. Bagaimana
Tafsir ayat ke 11 surat al-Mujadalah?
5. Bagaimana
tafsir ayat ke 39 surat al-Isra’?
C. Tujuan Pembahasa
1.
Untuk mengetahui pengertian motivasi
2.
Untuk memahami tafsir ayat ke 50,
160 surat al-An’am
3.
Untuk memahami Tafsir ayat ke 9
surat al-Zumar.
4.
Untuk memahami Tafsir ayat ke 11
surat al-Mujadalah.
5.
Untuk memahami tafsir ayat ke 39
surat al-Isra’
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Motivasi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia motivasi adalah, “suatu dorongan yang
timbul pada seseorang secara sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan
tertentu.” Perbuatan pencapaian tujuan ini melahirkan kepuasan pada diri
seseorang.
Motivasi belajar adalah keseluruhan
daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang
menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan
belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat
tercapai (Sardiman, 1986: 75).
Sedang motivasi pendidikan adalah
dorongan yang tidak hanya diberikan kepada siswa/peserta didik, melainkan juga
bisa menggerakkan hati serta naluri pendidik. Dan dalam Al-Qur’an meski tidak
dijelaskan secara tekstual mengenai hal belajar akan tetapi apabila kita
mengkajinya lebih dalam dan lebih terperinci kita akan menemukan banyak hal
yang berhubungan dengan motivasi pendidikan, dan beberapa ayat Al-Qur’an yang
mungkin sedikit banyak diperjelas diantaranya adalah sebagai berikut :
B. Penafsiran QS. Al-An’am : 50
1. Surat al-An’am :50
قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي
خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ
إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ
وَالْبَصِيرُ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ[1]
2. Kosakata (المترادات)
قل: Katakanlah لا : Tidak اقول: aku Mengatakan لكم: Kepada kalian
عندي: ada di sisiku خزائن الله: Perbendaharaan Allah ولا :
dan Tidak
اعلم : aku mengatakan الغيب: Yang ghaib ولا : dan tidak اقول :
aku mengatakan
لكم : kepada kalian اني: bahwa aku ملك : seorang malaikat ان:
tidak
اتبع : aku mengikuti الا:kecuali ما:
apa yang يوحى :diwahyukan
الي :ke pada-ku قل:katakanlah
هل: apakah يستوى : sama(menyerupai)
الاعمى : orang-orang buta (kafir) والبصير : dan orang yang melihat
افلا : maka tidakkah تتفكرون : kalian berfikir
3. Terjemah
“Katakanlah, ‘Aku tidak mengatakan kepada kalian bahwa perbendaharaan Allah
ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku
mengatakan kepada kalian bahwa aku adalah malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali
apa yang diwahyukan kepadaku.’ Katakanlah, ‘Apakah sama orang yang buta dengan
orang yang melihat?’ Maka apakah kalian tidak memikirkan(nya)?[2]
4. Korelasi
Terdapat korelasi pada ayat
setelahnya, dimana berangkat dari seruan Allah kepada Nabi Muhammad untuk
memberikan peringatan, kepada para kaum yang takut akan dihimpunkan atau
dihadapkan kepada tuhannya, sehingga mereka menganggap bahwa Nabi lah yang mengatur
segala yang ada dilangit dan bumi, malaikat, ataupun mengetahui hal-hal yang
ghaib.
أَفَمَنْ
يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَىٰ ۚ إِنَّمَا
يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ[3]
“Maka apakah orang yang
mengetahui bahwa apa yang diturunkan Tuhan kepadamu adalah kebenaran, sama
dengan orang yang buta? Hanya orsng berakal saja yang dapat mengambil
pelajaran”[4]
Dan QS. Al-An’am ayat 50 berkolerasi
dengan QS. Ar-Ra’ad ayat 19 dimana dalam surat tersebut menjelaskan bagaimana
tentang orang-orang yang mendapat petunjuk dan orang-orang yang sesat tentu
tidak sama. Apakah orang yang mengerti kebenaran ajaran yang diturunkan Allah
{Tuhan yang memelihara dan memilihmu, Muhammad, untuk menyampaikan pesan-pesan
suci-Nya} sama dengan orang yang tersesat dari kebenaran, hingga menjadi
seperti orang buta yang tidak dapat melihat? Tidak ada yang dapat mengerti
kebenaran dan merenungkan kebesaran Allah selain orang yang berakal dan
berfikir.
5.
Penafsiran Ayat
قُلْ :Katakanlah (wahai
Muhammad);
Dalam ayat ini, Allah mengarahkan
Nabi Muhammad untuk memberi tahu kepada manusia dan Nabi Muhammad dengan
spesifik memberitahukan kepada manusia tentang apa yang akan disampaikan. Oleh
karena itu, hendaklah kita memperhatikan dengan baik dengan apa yang hendak
disampaikan.Ada tiga perkara yang perlu disampaikan oleh Nabi.[5]
لَا أَقُولُ
لَكُمْ:“Aku tidak
mengatakan kepada kamu
Nabi diutus untuk menjelaskan
pemahaman manusia tentang dirinya. Supaya jelas siapakah Nabi Muhammad itu. Ini
penting karena banyak salah faham dalam masyarakat sekarang yang merasakan Nabi
Muhammad itu bukan manusia biasa. Mereka yang berkata demikian itu tidak bisa
saja membawa dalil, tapi hanya sangkaan-sangkaan manusia saja. Mereka
sebenarnya menolak dalil ayat Quran ini.[6]
عِنْدِي
خَزَائِنُ اللَّهِ: Perbendaharaan
Allah ada padaku
Nabi diutus untuk mengatakan bahwa
beliau tidak mempunyai perbendaharaan Allah untuk diberikan sedikitpun kepada
manusia. Perbendaharaan itu bolehlah diandaikan sebagai satu tempat yang
diletakkan rezeki di dalamnya. Nabi juga tidak memegang kunci atas perbendaharaan
itu. Beliau sama dengan manusia biasa yang lain. Bukan tugas Nabi untuk memberi
rezeki kepada manusia. Bahkan Nabi juga memerlukan rezeki dari Allah. Oleh
Sebab itu, kita pun pernah mendengar kisah bagaimana dapur Nabi berbulan-bulan
tidak berasap. Beliau pun ada masanya mengikat perut karena kelaparan. Jikalau
beliau memiliki pintu rezeki, tentulah Nabi tidak akan ada masalah
kelaparan dan sebagainya. Maka dari itu apabila kita memerlukan sesuatu, bukan
kita meminta sesuatu itu kepada Nabi kerana Nabi juga mengharap kepada Allah.
وَلَا
أَعْلَمُ الْغَيْبَ: Dan aku
tidak mengetahui perkara-perkara yang ghaib.
Jikalau nabi seorang manusia yang
paling mulia pun tidak tahu tentang perkara ghaib, lalu bagaimana dengan
manusia biasa yang lebih rendah kedudukannya daripada Nabi? Tentulah mereka
tidak tahu. Maka jangan kita bertanya tentang perkara ghaib kepada sesama
manusia. Misalnya seorang peramal yang mengetahui perkara ghaib dan bisa
meramal itu sangatlah salah besar. Dan telah berlaku musyrik jika kita percaya
kepadanya.
Apakah yang dimaksudkan dengan ghaib?:
a.
Berita masa depan; apa yang akan
berlaku esok, lusa dan sebagainya.
b.
Cerita yang sudah berlalu.
Jangankan masa depan, yang telah berlalu pun kita tidak
tahu dengan pasti. Kalau kita tahu pun sesuatu yang berlaku dahulu, itu
bukanlah sesuatu yang benar-benar berlaku.
c.
Perkara ghaib alam roh, alam
malaikat, syurga, neraka dan sebagainya.
وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَك : Dan tidak (pula) aku mengatakan kepada kalian bahwa aku adalah malaikat
Nabi Muhammad diutus memberitahu
bahwa beliau tidak memiliki sifat-sifat malaikat. Nabi bersifat
manusia. Tidak sama dengan malaikat karena mereka mempunyai sifat-sifat
tersendiri. Mereka mempunyai sifat-sifat istimewa yang diberikan oleh Allah.
Dalam ayat ini, Nabi Muhammad diutus untuk memberitahukan kepada manusia
bahwa beliau adalah seorang manusia dan hanya mempunyai sifat-sifat
manusia saja.[7]
Sifat Nabi Muhammad adalah sama
dengan sifat manusia yang lain. Nabi memiliki nafsu, malaikat tidak
memilikinya. Kalau manusia memiliki sifat pelupa, Nabi juga memiliki sifat
lupa.
إِنْ
أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيّ: Aku tidak mengikuti
kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.
Oleh karena itu, Allah
berfirman “Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku”. Nabi hanyalah
manusia biasa yang diberi wahyu oleh Allah, dan beliau menjalankan apa yang
diwahyukan kepadanya, serta tidak pernah melampauinya atau berpaling (dari wahyu
tersebut) walau hanya sejengkal.
قُلْ هَلْ
يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ :’Katakanlah,‘Apakah
sama orang yang buta dengan orang yang melihat?’
"Katakan pula, wahai Nabi,
"Apakah sama orang yang tersesat dan yang mendapat petunjuk dalam
mengetahui kebenaran- kebenaran ini? (orang yang buta) orang kafir (dengan
orang yang melihat?") orang yang beriman, tentu saja tidak.[8]
أَفَلَا
تَتَفَكَّرُونَ: Maka apakah kalian tidak memikirkan(nya)?
(Maka apakah kamu tidak memikirkan) tentang
hal itu, kemudian kamu beriman. Apakah pantas kalian berpaling dari petunjuk
yang aku bawa kepada kalian, hingga tidak merenungkannya dengan akal pikiran
supaya menjadi jelas kebenaran itu bagi kalian?" Sehingga kamu dapat
memposisikan sesuatu pada tempatnya.[9]Dan mengetahui mana yang harus dikerjakan
dan ditinggalkan.
4.
Kesimpulan
Ayat
Ayat tersebut menjelaskan bahwasanya
apa yang telah difirmankan oleh Allah SWT didalam Al-Qur’an banyak mengandung
unsur pendidikan, telah dijelaskan apabila orang kafir dengan orang yang
beriman diumpamakan dengan orang yang buta dengan orang yang bisa melihat.
Dari situ hendaklah menusia itu
berfikir kembali bagaimana seharusnya seorang hamba itu hidup dibawah naungan
benih-benih pendidikan dan agama yang baik. Supaya kita dapat mengetahui dan
merenungkan segala sesuatu yang salah dengan akal pikiran, sehingga kita bisa
memposisikan sesuatu pada tempatnya masing-masing.
Kurangnya semangat belajar atau
pendidikan saat ini haruslah ditinjau kembali bagaimana pentingnya seseorang
itu menuntut ilmu. Karena dari sanalah ia akan mampu mengenali segala sesuatu
yang baik ataupun buruk.
Ayat tersebut mengindikasikan bahwa
antara orang orang yang beriman dan yang tidak beriman sangatlah berbeda.
1.
Orang-orang
tersebut diperumpamakan bagaikan orang buta dan orang yang bisa melihat.
2.
Orang-orang
yang berakal lah yang akan selalu menganalisa apa yang telah Allah wahyukan dan
berikan. Jadi orang yang selalu menanyakan sesuatu, sedang pertanyaan tersebut
tidak membutuhkan jawaban, sesungguhnya ia hanyalah orang-orang yang tidak mau
berfikir.
3.
Melihat
begitu pentingnya pendidikan hingga bagaimana seseorang itu bisa terlihat dari
segala apa yang ditanyakan atau dilakukannya.
C. Penafsiran QS. Al-An’am :160
1. Ayat al-An’am ayat ke 160
2. Kosa kata
3. Terjemah
“Barang siapa membawa amal
yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barang siapa
yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan
seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya .”[11]
D. Penafsiran QS. Az-Zumar : 9
1. Ayat
أَمَّنْ هُوَ
قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو
رَحْمَةَ رَبِّهِ ۗ قُلْ هَلْ
يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا
يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ[12]
2. Kosa kata
(Apakah kamu hai orang musyrik yang
lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud
dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran.[13]
1.
Asbabun
Nuzul
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim
yang bersumber dari Ibnu ‘Umar bahwa yang dimaksud dengan, أَمَّنْ هُوَ
قَانِتٌ ,,, الي أخره...
(apakah kamu
hai orang musyrik yang lebih beruntung ataukah orang yang beribadah…) dalam
ayat ini (az-Zumar: 9) ialah ucapan ‘Utsman bin ‘Affan (yang selalu bangun
malam sujud kepada Allah swt.)Menurut riwayat Ibnu Sa’d dari al-Kalbi, dari Abu
Shalih, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, orang yang dimaksud dalam ayat 9
adalah ‘Ammar bin Yasir.Menurut riwayat Juwaibir yang bersumber dari Ibnu
‘Abbas, orang-orang yang dimaksud dalam ayat ini adalah Ibnu Mas’ud, ‘Ammar bin
Yasir, dan alim, maulaa Abu Hudzaifah. Menurut riwayat Juwaibir yang bersumber
dari ‘Ikrimah, orang yang dimaksud dalam ayat 9 ini adalah ‘Ammar bin Yasir.[14]
2.
Kosakata (المترادفات)
v هُوَ قَانِتٌ
: مطيع, خاضع, عابد الله تعالى (Taat, dan beribadah kepada Allah)
v آنَاءَ
اللَّيْلِ : ساعته (waktunya bersujud dan berdiri dan mengharap rahmat)
3.
Korelasi
Berangkat
dari kalimat ‘Mereka tidak sama...’ (orang yang beribadat di waktu-waktu malam
dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya dengan orang musyrik). Disini dikolerasikan kepada
QS Al-Imran: 113, yaitu seorang ahli kitab. Siapakah yang dimaksud ahli kitab
disini?
لَيْسُواسَوَاءً
مِّنْ أَهْلِ ٱلْكِتَبِ أُمَّةٌقَائِمَةٌيَتْلُونَءَايَتِٱللَّهِ ءَانَاءَ
ٱلَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُونَ
Mereka tidak
sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca
ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud
(sembahyang)." (QS. Al- Imran:113)
Adalah orang-orang ahli kitab yang
berperilaku lurus, konsekuen dengan ajarannya yang kemudian beriman dan
membenarkan Nabi Muhammad SAW.
4.
Penafsiran
Ayat
أَمَّنْ هُوَ
قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا:(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung)
ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri,
Yakni dalam keadaan sujud dan berdirinya mereka berqunut. Karena itulah ada
sebagian ulama yang berdalilkan ayat ini mengatakan bahwa qunut ialah khusyuk
dalam solat bukanlah do’a yang dibacakan dalam keadaan berdiri semata, yang
pendapat ini diikuti oleh ulama lainnya. As-Sauri telah meriwayatkan dari
Firas, dari Asy-Sya’bi, dari Masruq, dar ibnu Mas’ud r.a, yang mengatakan bahwa
al-qanit adalah orang yang selalu taat kepada Allah dan Rasulnya. Ibnu
Abbas r.a, Al-Hasan, As-Sadi dan ibnu Za’id mengatakan bahwa yang dimaksud ana-al
lail yakni waktu-waktu tengah malam.[15]
يَحْذَرُ
الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ :Sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya?
Maksudnya,
yaitu dalam ibadahnya ia takut dan sangat mengharap kepada Allah, juga
hendaknya perasaan takut itu mendominasi sebagian besar pada masa hidupnya.
Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya Sedang ia takut kepada (azab)
akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya. Dan apabila saat menjelang ajal
hendaklah rasa harap lebih menguasai dirinya yang bersangkutan.
قُلْ هَلْ
يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ :Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?"
Maksudnya,
apakah orang yang demikian sama dengan orang yang sebelumnya yang menjadikan
tandingan-tandingan bagi Allah untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah?
Tentu saja tidak.
إِنَّمَا
يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ :Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran.
Yakni sesungguhnya yang mengetahui golongan ini dengan golongan sebelumnya
adalah orang yang memiliki akal. (Hanya Allah lah yang mengetahui).[16]
5.
Kesimpulan
Ayat
Ayat ini
menerangkan perbedaan antara orang kafir dengan orang yang selalu taat
menjalankan ibadah kepada Allah dan takut dengan siksa Akhirat yang selalu
mengharapkan Rahmat (surga).Tidak sama antara orang yang mempunyai ilmu
pengetahuan dan mengEsakan Allah, mentaati semua perintah menjauhi
larangan-Nya, yaitu Abu Bakar dan sahabatnya, dengan orang-orang yang tidak
mempunyai ilmu pengetahuan yaitu Abu Jahal dan sahabatnya.
Ayat di atas
menunjukkan keutamaan ilmu daripada harta, karena orang yang mempunyai ilmu
mengetahui kemanfaatan harta dan orang yang tidak berilmu tidak mengetahui
kemanfaatan ilmu.
Dan yang
sangat signifikan dari penjelasan ayat diatas adalah :
1.
Perbandingan
orang yang beruntung (selalu taat pada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya)
dengan orang yang rugi (kafir).
2.
Tidak sama
antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dengan orang bodoh.
3.
Karena orang
kafir bukan orang yang beriamn, maka mereka hanya menyia-nyiakan hidupnya untuk
segala sesuatu yang tdiak berguna, sepintar apapun mereka akan tetapi
kepintarannya tidak digunakan untuk sesuatu yang seharusnya dianjurkan oleh
Allah swt, mereka hanyalah orang-orang yang merugi.
C. Penafsiran
QS. Al-Mujadalah : 11
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا
يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللهُ
الَّذِينَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ
بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.[17]
1.
Asbabun
Nuzul
Ayat ini
diturunkan pada waktu Rosulullah SAW ingin memuliakan sahabat ahli perang badar
dari pada sahabat muhajirin dan anshor. Qatadah mengatakan “ Ayat ini turun
berkenaan dengan majelis-majelis dzikir. Yaitu, bahwa apabila mereka melihat
salah seorang datang menuju tempat mereka, mereka mempersempit tempat duduk
disamping Rasulullah SAW, kemudian Allah memerintahkan kepada mereka untuk
melapangkan tempat duduk satu sama lain” yaitu ketika Rosulullah SAW
duduk di tempat yang sempit beliau ingin memuliakan sahabat ahli badar, maka
datanglah sahabat ahli badar tersebut saling berdesakan dan berdiri di hadapan
beliau sambil menanti kelapangan majlis (tempat duduk), Rosulullah
memerintahkan sahabat yang bukan ahli badar yang berada disampingnya untuk
berdiri.[18]
2.
Kosakata (المترادفات)
v تَفَسَّحُوا :Maksudnya adalahتوسعوا :
saling meluaskan/mempersilahkan.
v يَفْسَحِ :Allah akan
melapangkan rahmat dan rizki bagi mereka.
v فَانْشُزُوا :Saling merendahkan hati untuk memberi
kesempatan kepada setiap orang yang datang.
v يَرْفَعِ
اللهُ الَّذِينَ : Allah akan
mengangkat derajat mereka yang telah memuliakan dan memiliki ilmu di akhirat
pada tempat yang khusus sesuai dengan kemuliaan dan ketinggian derajatnya.
3.
Korelasi
Korelasi dengan
QS. Al-Hujurat ayat 6 :
1.
Kedua surat
ini di awali dengan يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
dimana keduanya
ditunjukkan sebagai teguran untuk orang mu’min.
2.
Dalam surat
Al-Mujadalah ayat 11 Allah memerintahkan kita untuk mengerjakan hal-hal yang
membuat timbulnya rasa persahabatan. Misalnya melapangkan tempat untuk orang
yang datang ke majelis, dan berpindah tempat untuk melapangkan tempat
apabila keadaan menghendaki. Apabila yang demikian itu kita laksanakan,
Allah akan meninggikan kedudukan kita di dalam surga dan menjadikan kita
diantara orang-orang yang berbakti. Sedangkan dalam surat Al-Hujuraat ayat 6
menurut Imam Hanafi bahwa sanya keterangan (informasi) dari orang fasik tidak
dapat kita jadikan sebagai saksi. Kedua surat ini sama-sama menghimbau kepada
kita untuk memberikan kesempatan.
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚإِنَّ
السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
Sedangkan surat al-Isra 36 ini
sebagai jawabah atas surat al-Hujuraat ayat 6 bahwa kita tidak boleh mengikuti
suatu informasi yang kita belum tau jelas kebenarannya, perlu adanya kebenaran,
ketelitian dan bukti untuk mempercayai suatu informasi.[19]
Dimana adanya majelis ilmu atau
ta’lim adalah untuk saling terbuka dan menimba segala sesuatu tentang ilmu yang
belum kita ketahui.
4.
Penafsiran
Ayat
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ :Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis"
Lapangkan
atau luaskanlah tempat duduk dalam majelis, agar orang lain yang baru datang
bisa menduduki tempat tersebut (berbagi).
فَافْسَحُوا
يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا :Maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah
Maka lapangkanlah karena barang siapa yang menanam maka ia akan memanen. Banyak
sekali pemberian pahala dengan yang seperti ini. Itulah sebabnya allah
berfirman Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Telah
diriwayatkan pula dari Ibnu abbas dan yang ain bahwa mereka menafsirkan firman
Allah SWT “Apabila dikatakan kepadamu, ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis’,
maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu” dengan
majelis-majelis dipeperangan. Dan mereka mengatakan lagi arti firman Allah
SWT., “Dan apabila dikatakan ‘berdirilah kamu, maka berdirilah’ yaitu bangkit
untuk berperang.[20]
فَانْشُزُوا
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ
دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ :Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Maksudnya adalah bahwa Allah akan mengangkat orang mukmin yang melaksanakan
segala perintahnya dengan memberikan kedudukan yang khusus, baik dari pahala
maupun keadilan-Nya. Singkatnya bahwa setiap orang mukmin dianjurkanagar
memberikan kelapangan kepada sesama kawannyaitu datang belakangan, atau apabila
dianjurkan agar keluar meninggalkan majelis, maka segera tinggalkanlah tempat
itu, dan jangan ada prasangka bahwa perintah tersebut akan menghilanhkan
haknya. Melainkan merupakan kesempatan yang dapat menambah kedekatan pada
Tuhannya, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan setiap perbuatan yang
dilakukan hambanya. Melainkan akan diberikan balasan yang setimpal di dunia dan
akhirat. Dan Allah mengetahui setiap perbuatan yang baik dan buruk yang
dilakukan hamba-Nya, dan akan membalasnya amal tersebut. Orang yang baik akan
di balas dengan kebaikan. Demikian pula orang yang berbuat buruk akan dibalas
buruk atau diampuni-Nya.[21]
5.
Kesimpulan
Ayat
Bagaimana
dalam ayat yang telah dijelaskan diatas yang menyetarakan antara orang yang
beriman dengan orang yang berilmu memiliki derajat yang sama. Peranan ilmu
dalam Islam sangat penting sekali. Karena tanpa ilmu, maka seorang yang mengaku
mukmin, tidak akan sempurna bahkan tidak benar dalam keimanannnya. Seorang
muslim wajib mempunyai ilmu untuk mengenal berbagai pengetahuan tentang Islam
baik itu menyangkut aqidah, adab, ibadah, akhlak, muamalah, dan sebagainya.
Dengan memiliki pengetahuan dan pemahaman ilmu yang benar, maka diharapkan
pengamalannya akan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
Motivasi
pendidikan dalam ayat ini sangatlah jelas, karena diterangkan bahwa “Peranan
ilmu dalam Islam sangat penting sekali. Karena tanpa ilmu, maka seorang yang mengaku
mukmin, tidak akan sempurna bahkan tidak benar dalam keimanannnya”. Sedangkan
barang siapa menuntut ilmu namun ia tidak beriman, sesungguhnya ia hanya
menyia-nyiakan ilmu yang diperolehnya.
D. Penafsiran
QS. Al-Isra’ : 39
ذَٰلِكَ مِمَّا أَوْحَىٰ إِلَيْكَ رَبُّكَ مِنَ
الْحِكْمَةِ وَلَا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ فَتُلْقَىٰ فِي جَهَنَّمَ
مَلُومًا مَدْحُورًا
“Itulah sebagian hikmah yang
diwahyukan Tuhanmu kepadamu, dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di
samping Allah, (yang menyebabkan) kamu dilemparkan ke dalam neraka Jahannam
(dalam keadaan) tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah).”[22]
1.
Kosakata (المترادفات)
v فَتُلْقَ : Maka kamu
dicampakkan.
v مَلُوم : Tercela.
v مَّدْحُورًا : Terbuang.
2.
Korelasi
Allah SWT
telah mengajarkan kepada nabi Muhammad SAW sebagian hikmah/tata krama (dalam
pergaulan). Maka sepatutnyalah kita menerapkannya dalam kehidupan kita, sesuai
dengan ajaran Allah SWT yang diterapkan oleh Nabi Muhammad dalam hidupnya.
Yaitu pada (Q.S Al-Isra; 23-41).
Dimana semua
didalamnya mengandung unsur tasyji’ atau motivasi pendidikan :
1.
Agar kita
tidak menyembah selain Allah
2.
Berbakti
kepada orang tua, dimana tasjyian atau motivator kita yang paling utama adalah
karena orang tua, berkat beliaulah kita bisa melanjutkan jenjang pendidikan
dimana seharusnya kita membalas budi kepada kedua orang tua kita dengan cara
memberikan prestasi belajar kita atau hal lainnya.
3.
Kita sebagai
manusia tidak seharusnya bersikap sombong dan angkuh. Kita menuntut ilmu karena
semata selalu menyadari akan kehausan ilmu/mengetahui kadar kebutuhan ilmu, dan
diatas langit masih ada langit. Maka, belajar atau berpendidikan itu sangatlah
penting untuk menjadikan kita pribadi yang lebih berakhlak atau beretika.
3.
Penafsiran
Ayat
ذلِكَ مِمَّا
أَوْحَىٰ إِلَيْكَ رَبُّكَ مِنَ:“Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu
kepadamu,
Allah SWT,
berfirman bahwa akhlak mulia ini (hikmah) yang kami perintahkan kepadamu dan
sifat-sifat hina yang kami melarangmu melakukannya merupakan sebgian perkara
yang kami wahyukan kepadamu, hai Muhammad, agar kamu memerintahkan atau
memberitahukan perkara itu kepada manusia.[23]
وَلَا
تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ فَتُلْقَىٰ فِي جَهَنَّمَ :Dan janganlah kamu mengadakan tuhan
yang lain di samping Allah, (yang menyebabkan) kamu dilemparkan ke dalam neraka
Jahannam
Janganlah kamu meyekutukan Allah, karena jika kamu melakukannya itulah yang
menyebabkanmu dilempar kedalam neraka Jahnnam. Artinya, kelak nanti kamu akan
mencela dirimu senidiri.
مَلُومًا
مَدْحُورًا: tercela
lagi dijauhkan (dari rahmat Allah)
Dan Allah
beserta semua makhluk akan mencelamu dan dijauhkan kamu dari semua kebaikan.
Ibnu Abbas dan Qatadah mengatakan yang dimaksud adalah dijauhkan atau dihindari
dari Rahmat Allah khitab dalam ayat ini adaah memang ditujukan kepada
Rasulullah SAW, tetapi makna yang dimaksud ialah untuk umatnya, mengingat
Rasulullah SAW adalah seseorang yang dima’sum dari segala dosa atau
perbuatan hina.[24]
4.
Kesimpulan
Ayat
Kolaborasi
antara akhlak dan materi ilmu yang disampaikan dalam pengimplikasian di dunia
pendidikan sangatlah penting, itulah mengapa penjelasan dalam ayat ini yaitu
berupa hikmah, hikmah yang terkandung didalamnya adalah dimana seseorang itu
dituntut memiliki akhlak yang baik, karena dengan begitu seseorang dapat diukur
ilmunya melalu etika atau tingkah lakunya. Sikap atau sifat tercela sangat
tidak baik, dan Allah sangat tidak menyukai akan hal itu, oleh karenanya
berangkat dari itu semua, Allah akan memberikan tempat yang layak bagi
seseorang yang memiliki akhlak tercela tersebut didalam neraka Jahannam dan
senantisa selalu dijauhkan dari segala rahmat-Nya.
Pendidikan
yang baik adalah ketika praktek dan teori yang diberikan tersebut bisa sangat balance.
Dan perpaduan pemberian ta’lim dan juga ta’dib/tarbiyah. Pendidik dan peserta
didik haruslah bekerja sama agar apa yang dituju dalam pendidikan dapat
terlaksana dengan baik dan sesuai dengan segala yang telah diterapkan.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Banyak hal
yang dapat kita petik dalam pembelajaran ayat-ayat diatas mengenai motivasi
pendidikan dalam Al-Qur’an. Karena menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap
umat, maka sudah dapat dipastikan segala sesuatu yang telah kita
upayakan dalam pendidikan juga akan menuai hasil yang sesuai nantinya.
Motivasi
pendidikan tersebut diantaranya :
1.
QS. Al-An’Am
: 50
Perumpamaan orang yang berilmu
dengan orang yang tidak berilmu sama dengan orang mu’min dengan orang kafir,
diserupai bagaikan orang yang bisa melihat dan orang yang tidak bisa
melihat, karena walaupun ia memiliki kedua mata, tetapi tidak digunakan dengan
baik serta akal pikiran tidak digunakan untuk berfikir, maka itu sama saja
seperti orang yang tidak memiliki ilmu.
2.
QS. Az-Zumar
: 9
Perbandingan orang yang beruntung
(selalu taat pada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya) dengan orang yang rugi
(kafir). Tidak sama antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dengan orang
bodoh.
3.
QS.
Al-Mujadalah : 11
Seorang akan dianggap memiliki ilmu
jika telah diukur pula melalui kualitas keimanannya. Karena tanpa ilmu, maka
seorang yang mengaku mukmin, tidak akan sempurna bahkan tidak benar dalam
keimanannnya. Seorang muslim wajib mempunyai ilmu untuk mengenal berbagai
pengetahuan tentang Islam baik itu menyangkut aqidah, adab, ibadah, akhlak,
muamalah, dan sebagainya.
4.
Qs. Al-Isra’
: 39
Pendidikan yang baik adalah apabila
seseorang itu tidak hanya mendapatkan ilmu saat ia menerima pelajaran melainkan
juga mendapatkan pelajaran akhlak, dan bisa menerapkannya dalam kehidupan atau
kesehariannya.
B. Kritik dan
Saran
Motivasi
pendidikan sudah banyak berkecimung dalam kehidupan umat manusia, hanya saja
kurang dilihat dari kacamata perspektif Al-Qur’an, segala sesuatunya telah
banyak dijelaskan dalam al-Quran tinggal diaplikasikan dalam dunia pendidikan
yang sebenarnya. Seseorang yang sudah mendapatkan ilmu tidak hanya menghentikan
perjuangannya disitu, akan tetapi haruslah ia mengajarkannya kepada orang lain
sehingga ilmu tersebut menjadi amal yang Insya Allah dibawa hingga ke akhirat.
Pendidikan adalah lentera kehidupan, karena seseorang akan benar-benar menjadi orang
ketika ia belum cukup puas akan ilmu yang didapatkannya dan diamalkannya.
Seperti yang sering kita dengar dalam hadits Rasul أُطْلُبُوا الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلىَ اللَّهْدِ
Demikian
kami selaku penulis mengakui bahwa dalam penulisan makalah ini tidaklah
sempurna, dan masih banyak kekurangan yang harus kami perbaiki. Untuk itu kami
mengharap masukkan dan saran yang bersifat membangun dari para senior/dosen
pengampu yang membimbing kami dalam pembuatan makalah. Yang terakhir, semoga
makalah ini bisa memberikan manfaat yang besar terutama bagi penulis dan para
pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Ashabuni.
Shafwa Al-Tafasir. Dar Ihya Al-Turats Al-Arabi, Beirut 1998.
Al-Maraghi,
Ahmad Musthafa. Tafsir Al-Maraghi. CV Toha Putra, Semarang 1993
Ar-Rifa’i, Nasib Muhammad. Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir Jilid 2,3,4. Gema Insani Press, Jakarta 1999.
Shihab, Muhammad Qurays, Tafsir Al-Misbah Volume 6. Lentera Hati,
Jakarta, 2000
Abdurrahman,
Jalaluddin As-Suyuti, Asbabun Nuzul. Muassasu Al-Kutub Al-Tsaqafiyah,
Beirut 2002.
Nata,
Abudin. Ilmu dan Pendidikan Islam. Gaya media Pratama, 2001
[1]
QS. al An’am ( 6:50)
[2]
Departemen
Agama, Yasmina Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Sygma Examedia
Arkanleema, 2009), hlm. 134.
[3]
Qs. al Ra’d (13:19)
[4]
Departemen
Agama, Yasmina Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Sygma Examedia
Arkanleema, 2009), hlm. 252
[5]
Muhammad
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 6, (Jakarta : Lentera Hati,
2000), hlm. 385
[6]
Ibid, hlm. 386
[7]
Ahmad Musthafa
Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi. (Semarang : CV Toha Putra, 1993), hlm.
120.
[8] Muhammad Quraish
Shihab, hlm. 387.
[9] Muhammad Nasib
Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir ibnu Katsir Jilid 2, (Jakarta : Gema Insani
Press, 1999), hlm. 214
[10]
Qs. al An’am (6:160)
[11]
Departemen
Agama, Yasmina Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Sygma Examedia
Arkanleema, 2009), hlm. 136.
[12]
Qs. al Zumar ( 39:9)
[13]
Departemen
Agama, Yasmina Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Sygma Examedia
Arkanleema, 2009), hlm. 459
[14] Jalaluddin As-Suyuti, Asbabu
Nuzul. (Beirut : Muassasu Al-Kutub Al-Tsaqafiyah, 2002), hlm. 320.
[15] Muhammad Nasib
Ar-Rifa’i, hlm 95
[16] Ibid, hlm. 96
[18] Jalaluddin As-Suyuti, Asbabu
Nuzul.(Beirut : Muassasu Al-Kutub Al-Tsaqafiyah, 2002), hlm.
423.
[20] Ibid, hlm. 630.
[21] Ibid, hlm. 631.
[22] Agus Purwanto, hlm.
287.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika Allah SWT mewajibkan
seseorang untuk mengerjakan sesuatu, itu artinya Allah telah menyiapkan imbalan
yang dapat dipetik atas apa yang telah dikerjakan oleh hambanya itu. Seperti
ketika Allah mewajibkan bagi setiap umatnya untuk menuntut ilmu dimanapun itu,
karena menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia. Tanpa ilmu
manusia akan tersesat dari jalan kebenaran.Bahkan dirinyapun tidak bisa menjadi
lebih baik. dan dari situlah Allah juga akan melihat kepada hambanya yang
benar-benar bekerja keras atau barang siapa yang benar-benar menunaikan
kewajiban tersebut, maka Allah SWT akan memberikan hasil atau imbalan yang
sesuai dengan apa yang telah diusahakan. Disamping itu seseorang pastinya
membutuhkan motivasi dalam menjalankan upayanya tersebut, sebenarnya banyak
orang bijak mengatakan bahwasanya “Motivasi terbesar itu datang dari diri
sendiri”. Ya, kita semua mengetahui akan hal itu, dengan didasari niat yang
baik atau niat yang benar-benar ingin dicapai dari apa yang diupayakan serta
menjalankannya semata lillahi taa’la.
Kembali untuk mengetahui apa itu
Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW
secara berangsur-angsur melalui perantara malaikat Jibril. Dan dari Nabi Muhammad
SAW lah Al-Qur’an tersebut disampaikan kepada umat manusia dan berfungsi
sebagai petunjuk baginya, petunjuk untuk membawa manusia ke jalan yang lurus,
petunjuk sebagai pembeda antara yang haq dan yang bathil, serta salah satu
fungsi dari Al-Qur’an adalah sebagai motivasi untuk belajar atau motivasi dalam
pendidikan. Mengapa demikian? Terdapat banyak surat dalam Al-Qur’an yang
menjelaskan tentang pendidikan, dan dari sanalah kita dapat mengambil beberapa
kesimpulan tentang motivasi belajar atau pendidikan dalam Al-Qur’an.
Berangkat dari kata motivasi yang
artinya adalah dorongan, dorongan atau dalam bahasa arab {at-tasyji’} dorongan
yang mempengaruhi diri seseorang untuk melaksanakan sesuatu. Atau berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan teori Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer,
arti motivasi adalah 'alasan' yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan
oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat
diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa
yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Serta
motivasi yang kita garis bawahi disini adalah motivasi pendidikan dalam
persepektif atau pandangan Al-Qur’an. Segala sesuatu yang berkesinambungan atau
berjalan diatas bumi ini telah dijelaskan oleh firman Allah dalam Al’Qur’an.
Mulai dari segi sains, ilmu sosial hingga psikologi. Tinggal bagaimana seorang
umat atau hamba Allah yang berfikirlah yang harus menganalisa kembali apa yang
telah Allah wahyukan melalui Kitab suci Al-Qur’an. Dan apa yang Allah
semata-mata berikan kepada umat manusia adalah segala sesuatu yang berupa
hidayah dimana didalamnya terkandung banyak sekali hikmah. Dan salah satunya
adalah pendidikan.
B. Rumusan masalah?
1. Apa
Pengertian Motivasi Belajar?
2. Bagaimana
Tafsir ayat ke 50, 160 surat al-An’am?
3. Bagaimana
Tafsir ayat ke 9 surat al-Zumar?
4. Bagaimana
Tafsir ayat ke 11 surat al-Mujadalah?
5. Bagaimana
tafsir ayat ke 39 surat al-Isra’?
C. Tujuan Pembahasa
1.
Untuk mengetahui pengertian motivasi
2.
Untuk memahami tafsir ayat ke 50,
160 surat al-An’am
3.
Untuk memahami Tafsir ayat ke 9
surat al-Zumar.
4.
Untuk memahami Tafsir ayat ke 11
surat al-Mujadalah.
5.
Untuk memahami tafsir ayat ke 39
surat al-Isra’
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Motivasi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia motivasi adalah, “suatu dorongan yang
timbul pada seseorang secara sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan
tertentu.” Perbuatan pencapaian tujuan ini melahirkan kepuasan pada diri
seseorang.
Motivasi belajar adalah keseluruhan
daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang
menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan
belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat
tercapai (Sardiman, 1986: 75).
Sedang motivasi pendidikan adalah
dorongan yang tidak hanya diberikan kepada siswa/peserta didik, melainkan juga
bisa menggerakkan hati serta naluri pendidik. Dan dalam Al-Qur’an meski tidak
dijelaskan secara tekstual mengenai hal belajar akan tetapi apabila kita
mengkajinya lebih dalam dan lebih terperinci kita akan menemukan banyak hal
yang berhubungan dengan motivasi pendidikan, dan beberapa ayat Al-Qur’an yang
mungkin sedikit banyak diperjelas diantaranya adalah sebagai berikut :
B. Penafsiran QS. Al-An’am : 50
1. Surat al-An’am :50
قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي
خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ
إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ
وَالْبَصِيرُ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ[1]
2. Kosakata (المترادات)
قل: Katakanlah لا : Tidak اقول: aku Mengatakan لكم: Kepada kalian
عندي: ada di sisiku خزائن الله: Perbendaharaan Allah ولا :
dan Tidak
اعلم : aku mengatakan الغيب: Yang ghaib ولا : dan tidak اقول :
aku mengatakan
لكم : kepada kalian اني: bahwa aku ملك : seorang malaikat ان:
tidak
اتبع : aku mengikuti الا:kecuali ما:
apa yang يوحى :diwahyukan
الي :ke pada-ku قل:katakanlah
هل: apakah يستوى : sama(menyerupai)
الاعمى : orang-orang buta (kafir) والبصير : dan orang yang melihat
افلا : maka tidakkah تتفكرون : kalian berfikir
3. Terjemah
“Katakanlah, ‘Aku tidak mengatakan kepada kalian bahwa perbendaharaan Allah
ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku
mengatakan kepada kalian bahwa aku adalah malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali
apa yang diwahyukan kepadaku.’ Katakanlah, ‘Apakah sama orang yang buta dengan
orang yang melihat?’ Maka apakah kalian tidak memikirkan(nya)?[2]
4. Korelasi
Terdapat korelasi pada ayat
setelahnya, dimana berangkat dari seruan Allah kepada Nabi Muhammad untuk
memberikan peringatan, kepada para kaum yang takut akan dihimpunkan atau
dihadapkan kepada tuhannya, sehingga mereka menganggap bahwa Nabi lah yang mengatur
segala yang ada dilangit dan bumi, malaikat, ataupun mengetahui hal-hal yang
ghaib.
أَفَمَنْ
يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَىٰ ۚ إِنَّمَا
يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ[3]
“Maka apakah orang yang
mengetahui bahwa apa yang diturunkan Tuhan kepadamu adalah kebenaran, sama
dengan orang yang buta? Hanya orsng berakal saja yang dapat mengambil
pelajaran”[4]
Dan QS. Al-An’am ayat 50 berkolerasi
dengan QS. Ar-Ra’ad ayat 19 dimana dalam surat tersebut menjelaskan bagaimana
tentang orang-orang yang mendapat petunjuk dan orang-orang yang sesat tentu
tidak sama. Apakah orang yang mengerti kebenaran ajaran yang diturunkan Allah
{Tuhan yang memelihara dan memilihmu, Muhammad, untuk menyampaikan pesan-pesan
suci-Nya} sama dengan orang yang tersesat dari kebenaran, hingga menjadi
seperti orang buta yang tidak dapat melihat? Tidak ada yang dapat mengerti
kebenaran dan merenungkan kebesaran Allah selain orang yang berakal dan
berfikir.
5.
Penafsiran Ayat
قُلْ :Katakanlah (wahai
Muhammad);
Dalam ayat ini, Allah mengarahkan
Nabi Muhammad untuk memberi tahu kepada manusia dan Nabi Muhammad dengan
spesifik memberitahukan kepada manusia tentang apa yang akan disampaikan. Oleh
karena itu, hendaklah kita memperhatikan dengan baik dengan apa yang hendak
disampaikan.Ada tiga perkara yang perlu disampaikan oleh Nabi.[5]
لَا أَقُولُ
لَكُمْ:“Aku tidak
mengatakan kepada kamu
Nabi diutus untuk menjelaskan
pemahaman manusia tentang dirinya. Supaya jelas siapakah Nabi Muhammad itu. Ini
penting karena banyak salah faham dalam masyarakat sekarang yang merasakan Nabi
Muhammad itu bukan manusia biasa. Mereka yang berkata demikian itu tidak bisa
saja membawa dalil, tapi hanya sangkaan-sangkaan manusia saja. Mereka
sebenarnya menolak dalil ayat Quran ini.[6]
عِنْدِي
خَزَائِنُ اللَّهِ: Perbendaharaan
Allah ada padaku
Nabi diutus untuk mengatakan bahwa
beliau tidak mempunyai perbendaharaan Allah untuk diberikan sedikitpun kepada
manusia. Perbendaharaan itu bolehlah diandaikan sebagai satu tempat yang
diletakkan rezeki di dalamnya. Nabi juga tidak memegang kunci atas perbendaharaan
itu. Beliau sama dengan manusia biasa yang lain. Bukan tugas Nabi untuk memberi
rezeki kepada manusia. Bahkan Nabi juga memerlukan rezeki dari Allah. Oleh
Sebab itu, kita pun pernah mendengar kisah bagaimana dapur Nabi berbulan-bulan
tidak berasap. Beliau pun ada masanya mengikat perut karena kelaparan. Jikalau
beliau memiliki pintu rezeki, tentulah Nabi tidak akan ada masalah
kelaparan dan sebagainya. Maka dari itu apabila kita memerlukan sesuatu, bukan
kita meminta sesuatu itu kepada Nabi kerana Nabi juga mengharap kepada Allah.
وَلَا
أَعْلَمُ الْغَيْبَ: Dan aku
tidak mengetahui perkara-perkara yang ghaib.
Jikalau nabi seorang manusia yang
paling mulia pun tidak tahu tentang perkara ghaib, lalu bagaimana dengan
manusia biasa yang lebih rendah kedudukannya daripada Nabi? Tentulah mereka
tidak tahu. Maka jangan kita bertanya tentang perkara ghaib kepada sesama
manusia. Misalnya seorang peramal yang mengetahui perkara ghaib dan bisa
meramal itu sangatlah salah besar. Dan telah berlaku musyrik jika kita percaya
kepadanya.
Apakah yang dimaksudkan dengan ghaib?:
a.
Berita masa depan; apa yang akan
berlaku esok, lusa dan sebagainya.
b.
Cerita yang sudah berlalu.
Jangankan masa depan, yang telah berlalu pun kita tidak
tahu dengan pasti. Kalau kita tahu pun sesuatu yang berlaku dahulu, itu
bukanlah sesuatu yang benar-benar berlaku.
c.
Perkara ghaib alam roh, alam
malaikat, syurga, neraka dan sebagainya.
وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَك : Dan tidak (pula) aku mengatakan kepada kalian bahwa aku adalah malaikat
Nabi Muhammad diutus memberitahu
bahwa beliau tidak memiliki sifat-sifat malaikat. Nabi bersifat
manusia. Tidak sama dengan malaikat karena mereka mempunyai sifat-sifat
tersendiri. Mereka mempunyai sifat-sifat istimewa yang diberikan oleh Allah.
Dalam ayat ini, Nabi Muhammad diutus untuk memberitahukan kepada manusia
bahwa beliau adalah seorang manusia dan hanya mempunyai sifat-sifat
manusia saja.[7]
Sifat Nabi Muhammad adalah sama
dengan sifat manusia yang lain. Nabi memiliki nafsu, malaikat tidak
memilikinya. Kalau manusia memiliki sifat pelupa, Nabi juga memiliki sifat
lupa.
إِنْ
أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيّ: Aku tidak mengikuti
kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.
Oleh karena itu, Allah
berfirman “Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku”. Nabi hanyalah
manusia biasa yang diberi wahyu oleh Allah, dan beliau menjalankan apa yang
diwahyukan kepadanya, serta tidak pernah melampauinya atau berpaling (dari wahyu
tersebut) walau hanya sejengkal.
قُلْ هَلْ
يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ :’Katakanlah,‘Apakah
sama orang yang buta dengan orang yang melihat?’
"Katakan pula, wahai Nabi,
"Apakah sama orang yang tersesat dan yang mendapat petunjuk dalam
mengetahui kebenaran- kebenaran ini? (orang yang buta) orang kafir (dengan
orang yang melihat?") orang yang beriman, tentu saja tidak.[8]
أَفَلَا
تَتَفَكَّرُونَ: Maka apakah kalian tidak memikirkan(nya)?
(Maka apakah kamu tidak memikirkan) tentang
hal itu, kemudian kamu beriman. Apakah pantas kalian berpaling dari petunjuk
yang aku bawa kepada kalian, hingga tidak merenungkannya dengan akal pikiran
supaya menjadi jelas kebenaran itu bagi kalian?" Sehingga kamu dapat
memposisikan sesuatu pada tempatnya.[9]Dan mengetahui mana yang harus dikerjakan
dan ditinggalkan.
4.
Kesimpulan
Ayat
Ayat tersebut menjelaskan bahwasanya
apa yang telah difirmankan oleh Allah SWT didalam Al-Qur’an banyak mengandung
unsur pendidikan, telah dijelaskan apabila orang kafir dengan orang yang
beriman diumpamakan dengan orang yang buta dengan orang yang bisa melihat.
Dari situ hendaklah menusia itu
berfikir kembali bagaimana seharusnya seorang hamba itu hidup dibawah naungan
benih-benih pendidikan dan agama yang baik. Supaya kita dapat mengetahui dan
merenungkan segala sesuatu yang salah dengan akal pikiran, sehingga kita bisa
memposisikan sesuatu pada tempatnya masing-masing.
Kurangnya semangat belajar atau
pendidikan saat ini haruslah ditinjau kembali bagaimana pentingnya seseorang
itu menuntut ilmu. Karena dari sanalah ia akan mampu mengenali segala sesuatu
yang baik ataupun buruk.
Ayat tersebut mengindikasikan bahwa
antara orang orang yang beriman dan yang tidak beriman sangatlah berbeda.
1.
Orang-orang
tersebut diperumpamakan bagaikan orang buta dan orang yang bisa melihat.
2.
Orang-orang
yang berakal lah yang akan selalu menganalisa apa yang telah Allah wahyukan dan
berikan. Jadi orang yang selalu menanyakan sesuatu, sedang pertanyaan tersebut
tidak membutuhkan jawaban, sesungguhnya ia hanyalah orang-orang yang tidak mau
berfikir.
3.
Melihat
begitu pentingnya pendidikan hingga bagaimana seseorang itu bisa terlihat dari
segala apa yang ditanyakan atau dilakukannya.
C. Penafsiran QS. Al-An’am :160
1. Ayat al-An’am ayat ke 160
2. Kosa kata
3. Terjemah
“Barang siapa membawa amal
yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barang siapa
yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan
seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya .”[11]
D. Penafsiran QS. Az-Zumar : 9
1. Ayat
أَمَّنْ هُوَ
قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو
رَحْمَةَ رَبِّهِ ۗ قُلْ هَلْ
يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا
يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ[12]
2. Kosa kata
(Apakah kamu hai orang musyrik yang
lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud
dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran.[13]
1.
Asbabun
Nuzul
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim
yang bersumber dari Ibnu ‘Umar bahwa yang dimaksud dengan, أَمَّنْ هُوَ
قَانِتٌ ,,, الي أخره...
(apakah kamu
hai orang musyrik yang lebih beruntung ataukah orang yang beribadah…) dalam
ayat ini (az-Zumar: 9) ialah ucapan ‘Utsman bin ‘Affan (yang selalu bangun
malam sujud kepada Allah swt.)Menurut riwayat Ibnu Sa’d dari al-Kalbi, dari Abu
Shalih, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, orang yang dimaksud dalam ayat 9
adalah ‘Ammar bin Yasir.Menurut riwayat Juwaibir yang bersumber dari Ibnu
‘Abbas, orang-orang yang dimaksud dalam ayat ini adalah Ibnu Mas’ud, ‘Ammar bin
Yasir, dan alim, maulaa Abu Hudzaifah. Menurut riwayat Juwaibir yang bersumber
dari ‘Ikrimah, orang yang dimaksud dalam ayat 9 ini adalah ‘Ammar bin Yasir.[14]
2.
Kosakata (المترادفات)
v هُوَ قَانِتٌ
: مطيع, خاضع, عابد الله تعالى (Taat, dan beribadah kepada Allah)
v آنَاءَ
اللَّيْلِ : ساعته (waktunya bersujud dan berdiri dan mengharap rahmat)
3.
Korelasi
Berangkat
dari kalimat ‘Mereka tidak sama...’ (orang yang beribadat di waktu-waktu malam
dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya dengan orang musyrik). Disini dikolerasikan kepada
QS Al-Imran: 113, yaitu seorang ahli kitab. Siapakah yang dimaksud ahli kitab
disini?
لَيْسُواسَوَاءً
مِّنْ أَهْلِ ٱلْكِتَبِ أُمَّةٌقَائِمَةٌيَتْلُونَءَايَتِٱللَّهِ ءَانَاءَ
ٱلَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُونَ
Mereka tidak
sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca
ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud
(sembahyang)." (QS. Al- Imran:113)
Adalah orang-orang ahli kitab yang
berperilaku lurus, konsekuen dengan ajarannya yang kemudian beriman dan
membenarkan Nabi Muhammad SAW.
4.
Penafsiran
Ayat
أَمَّنْ هُوَ
قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا:(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung)
ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri,
Yakni dalam keadaan sujud dan berdirinya mereka berqunut. Karena itulah ada
sebagian ulama yang berdalilkan ayat ini mengatakan bahwa qunut ialah khusyuk
dalam solat bukanlah do’a yang dibacakan dalam keadaan berdiri semata, yang
pendapat ini diikuti oleh ulama lainnya. As-Sauri telah meriwayatkan dari
Firas, dari Asy-Sya’bi, dari Masruq, dar ibnu Mas’ud r.a, yang mengatakan bahwa
al-qanit adalah orang yang selalu taat kepada Allah dan Rasulnya. Ibnu
Abbas r.a, Al-Hasan, As-Sadi dan ibnu Za’id mengatakan bahwa yang dimaksud ana-al
lail yakni waktu-waktu tengah malam.[15]
يَحْذَرُ
الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ :Sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya?
Maksudnya,
yaitu dalam ibadahnya ia takut dan sangat mengharap kepada Allah, juga
hendaknya perasaan takut itu mendominasi sebagian besar pada masa hidupnya.
Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya Sedang ia takut kepada (azab)
akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya. Dan apabila saat menjelang ajal
hendaklah rasa harap lebih menguasai dirinya yang bersangkutan.
قُلْ هَلْ
يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ :Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?"
Maksudnya,
apakah orang yang demikian sama dengan orang yang sebelumnya yang menjadikan
tandingan-tandingan bagi Allah untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah?
Tentu saja tidak.
إِنَّمَا
يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ :Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran.
Yakni sesungguhnya yang mengetahui golongan ini dengan golongan sebelumnya
adalah orang yang memiliki akal. (Hanya Allah lah yang mengetahui).[16]
5.
Kesimpulan
Ayat
Ayat ini
menerangkan perbedaan antara orang kafir dengan orang yang selalu taat
menjalankan ibadah kepada Allah dan takut dengan siksa Akhirat yang selalu
mengharapkan Rahmat (surga).Tidak sama antara orang yang mempunyai ilmu
pengetahuan dan mengEsakan Allah, mentaati semua perintah menjauhi
larangan-Nya, yaitu Abu Bakar dan sahabatnya, dengan orang-orang yang tidak
mempunyai ilmu pengetahuan yaitu Abu Jahal dan sahabatnya.
Ayat di atas
menunjukkan keutamaan ilmu daripada harta, karena orang yang mempunyai ilmu
mengetahui kemanfaatan harta dan orang yang tidak berilmu tidak mengetahui
kemanfaatan ilmu.
Dan yang
sangat signifikan dari penjelasan ayat diatas adalah :
1.
Perbandingan
orang yang beruntung (selalu taat pada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya)
dengan orang yang rugi (kafir).
2.
Tidak sama
antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dengan orang bodoh.
3.
Karena orang
kafir bukan orang yang beriamn, maka mereka hanya menyia-nyiakan hidupnya untuk
segala sesuatu yang tdiak berguna, sepintar apapun mereka akan tetapi
kepintarannya tidak digunakan untuk sesuatu yang seharusnya dianjurkan oleh
Allah swt, mereka hanyalah orang-orang yang merugi.
C. Penafsiran
QS. Al-Mujadalah : 11
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا
يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللهُ
الَّذِينَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ
بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.[17]
1.
Asbabun
Nuzul
Ayat ini
diturunkan pada waktu Rosulullah SAW ingin memuliakan sahabat ahli perang badar
dari pada sahabat muhajirin dan anshor. Qatadah mengatakan “ Ayat ini turun
berkenaan dengan majelis-majelis dzikir. Yaitu, bahwa apabila mereka melihat
salah seorang datang menuju tempat mereka, mereka mempersempit tempat duduk
disamping Rasulullah SAW, kemudian Allah memerintahkan kepada mereka untuk
melapangkan tempat duduk satu sama lain” yaitu ketika Rosulullah SAW
duduk di tempat yang sempit beliau ingin memuliakan sahabat ahli badar, maka
datanglah sahabat ahli badar tersebut saling berdesakan dan berdiri di hadapan
beliau sambil menanti kelapangan majlis (tempat duduk), Rosulullah
memerintahkan sahabat yang bukan ahli badar yang berada disampingnya untuk
berdiri.[18]
2.
Kosakata (المترادفات)
v تَفَسَّحُوا :Maksudnya adalahتوسعوا :
saling meluaskan/mempersilahkan.
v يَفْسَحِ :Allah akan
melapangkan rahmat dan rizki bagi mereka.
v فَانْشُزُوا :Saling merendahkan hati untuk memberi
kesempatan kepada setiap orang yang datang.
v يَرْفَعِ
اللهُ الَّذِينَ : Allah akan
mengangkat derajat mereka yang telah memuliakan dan memiliki ilmu di akhirat
pada tempat yang khusus sesuai dengan kemuliaan dan ketinggian derajatnya.
3.
Korelasi
Korelasi dengan
QS. Al-Hujurat ayat 6 :
1.
Kedua surat
ini di awali dengan يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
dimana keduanya
ditunjukkan sebagai teguran untuk orang mu’min.
2.
Dalam surat
Al-Mujadalah ayat 11 Allah memerintahkan kita untuk mengerjakan hal-hal yang
membuat timbulnya rasa persahabatan. Misalnya melapangkan tempat untuk orang
yang datang ke majelis, dan berpindah tempat untuk melapangkan tempat
apabila keadaan menghendaki. Apabila yang demikian itu kita laksanakan,
Allah akan meninggikan kedudukan kita di dalam surga dan menjadikan kita
diantara orang-orang yang berbakti. Sedangkan dalam surat Al-Hujuraat ayat 6
menurut Imam Hanafi bahwa sanya keterangan (informasi) dari orang fasik tidak
dapat kita jadikan sebagai saksi. Kedua surat ini sama-sama menghimbau kepada
kita untuk memberikan kesempatan.
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚإِنَّ
السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
Sedangkan surat al-Isra 36 ini
sebagai jawabah atas surat al-Hujuraat ayat 6 bahwa kita tidak boleh mengikuti
suatu informasi yang kita belum tau jelas kebenarannya, perlu adanya kebenaran,
ketelitian dan bukti untuk mempercayai suatu informasi.[19]
Dimana adanya majelis ilmu atau
ta’lim adalah untuk saling terbuka dan menimba segala sesuatu tentang ilmu yang
belum kita ketahui.
4.
Penafsiran
Ayat
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ :Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis"
Lapangkan
atau luaskanlah tempat duduk dalam majelis, agar orang lain yang baru datang
bisa menduduki tempat tersebut (berbagi).
فَافْسَحُوا
يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا :Maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah
Maka lapangkanlah karena barang siapa yang menanam maka ia akan memanen. Banyak
sekali pemberian pahala dengan yang seperti ini. Itulah sebabnya allah
berfirman Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Telah
diriwayatkan pula dari Ibnu abbas dan yang ain bahwa mereka menafsirkan firman
Allah SWT “Apabila dikatakan kepadamu, ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis’,
maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu” dengan
majelis-majelis dipeperangan. Dan mereka mengatakan lagi arti firman Allah
SWT., “Dan apabila dikatakan ‘berdirilah kamu, maka berdirilah’ yaitu bangkit
untuk berperang.[20]
فَانْشُزُوا
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ
دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ :Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Maksudnya adalah bahwa Allah akan mengangkat orang mukmin yang melaksanakan
segala perintahnya dengan memberikan kedudukan yang khusus, baik dari pahala
maupun keadilan-Nya. Singkatnya bahwa setiap orang mukmin dianjurkanagar
memberikan kelapangan kepada sesama kawannyaitu datang belakangan, atau apabila
dianjurkan agar keluar meninggalkan majelis, maka segera tinggalkanlah tempat
itu, dan jangan ada prasangka bahwa perintah tersebut akan menghilanhkan
haknya. Melainkan merupakan kesempatan yang dapat menambah kedekatan pada
Tuhannya, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan setiap perbuatan yang
dilakukan hambanya. Melainkan akan diberikan balasan yang setimpal di dunia dan
akhirat. Dan Allah mengetahui setiap perbuatan yang baik dan buruk yang
dilakukan hamba-Nya, dan akan membalasnya amal tersebut. Orang yang baik akan
di balas dengan kebaikan. Demikian pula orang yang berbuat buruk akan dibalas
buruk atau diampuni-Nya.[21]
5.
Kesimpulan
Ayat
Bagaimana
dalam ayat yang telah dijelaskan diatas yang menyetarakan antara orang yang
beriman dengan orang yang berilmu memiliki derajat yang sama. Peranan ilmu
dalam Islam sangat penting sekali. Karena tanpa ilmu, maka seorang yang mengaku
mukmin, tidak akan sempurna bahkan tidak benar dalam keimanannnya. Seorang
muslim wajib mempunyai ilmu untuk mengenal berbagai pengetahuan tentang Islam
baik itu menyangkut aqidah, adab, ibadah, akhlak, muamalah, dan sebagainya.
Dengan memiliki pengetahuan dan pemahaman ilmu yang benar, maka diharapkan
pengamalannya akan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
Motivasi
pendidikan dalam ayat ini sangatlah jelas, karena diterangkan bahwa “Peranan
ilmu dalam Islam sangat penting sekali. Karena tanpa ilmu, maka seorang yang mengaku
mukmin, tidak akan sempurna bahkan tidak benar dalam keimanannnya”. Sedangkan
barang siapa menuntut ilmu namun ia tidak beriman, sesungguhnya ia hanya
menyia-nyiakan ilmu yang diperolehnya.
D. Penafsiran
QS. Al-Isra’ : 39
ذَٰلِكَ مِمَّا أَوْحَىٰ إِلَيْكَ رَبُّكَ مِنَ
الْحِكْمَةِ وَلَا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ فَتُلْقَىٰ فِي جَهَنَّمَ
مَلُومًا مَدْحُورًا
“Itulah sebagian hikmah yang
diwahyukan Tuhanmu kepadamu, dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di
samping Allah, (yang menyebabkan) kamu dilemparkan ke dalam neraka Jahannam
(dalam keadaan) tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah).”[22]
1.
Kosakata (المترادفات)
v فَتُلْقَ : Maka kamu
dicampakkan.
v مَلُوم : Tercela.
v مَّدْحُورًا : Terbuang.
2.
Korelasi
Allah SWT
telah mengajarkan kepada nabi Muhammad SAW sebagian hikmah/tata krama (dalam
pergaulan). Maka sepatutnyalah kita menerapkannya dalam kehidupan kita, sesuai
dengan ajaran Allah SWT yang diterapkan oleh Nabi Muhammad dalam hidupnya.
Yaitu pada (Q.S Al-Isra; 23-41).
Dimana semua
didalamnya mengandung unsur tasyji’ atau motivasi pendidikan :
1.
Agar kita
tidak menyembah selain Allah
2.
Berbakti
kepada orang tua, dimana tasjyian atau motivator kita yang paling utama adalah
karena orang tua, berkat beliaulah kita bisa melanjutkan jenjang pendidikan
dimana seharusnya kita membalas budi kepada kedua orang tua kita dengan cara
memberikan prestasi belajar kita atau hal lainnya.
3.
Kita sebagai
manusia tidak seharusnya bersikap sombong dan angkuh. Kita menuntut ilmu karena
semata selalu menyadari akan kehausan ilmu/mengetahui kadar kebutuhan ilmu, dan
diatas langit masih ada langit. Maka, belajar atau berpendidikan itu sangatlah
penting untuk menjadikan kita pribadi yang lebih berakhlak atau beretika.
3.
Penafsiran
Ayat
ذلِكَ مِمَّا
أَوْحَىٰ إِلَيْكَ رَبُّكَ مِنَ:“Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu
kepadamu,
Allah SWT,
berfirman bahwa akhlak mulia ini (hikmah) yang kami perintahkan kepadamu dan
sifat-sifat hina yang kami melarangmu melakukannya merupakan sebgian perkara
yang kami wahyukan kepadamu, hai Muhammad, agar kamu memerintahkan atau
memberitahukan perkara itu kepada manusia.[23]
وَلَا
تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ فَتُلْقَىٰ فِي جَهَنَّمَ :Dan janganlah kamu mengadakan tuhan
yang lain di samping Allah, (yang menyebabkan) kamu dilemparkan ke dalam neraka
Jahannam
Janganlah kamu meyekutukan Allah, karena jika kamu melakukannya itulah yang
menyebabkanmu dilempar kedalam neraka Jahnnam. Artinya, kelak nanti kamu akan
mencela dirimu senidiri.
مَلُومًا
مَدْحُورًا: tercela
lagi dijauhkan (dari rahmat Allah)
Dan Allah
beserta semua makhluk akan mencelamu dan dijauhkan kamu dari semua kebaikan.
Ibnu Abbas dan Qatadah mengatakan yang dimaksud adalah dijauhkan atau dihindari
dari Rahmat Allah khitab dalam ayat ini adaah memang ditujukan kepada
Rasulullah SAW, tetapi makna yang dimaksud ialah untuk umatnya, mengingat
Rasulullah SAW adalah seseorang yang dima’sum dari segala dosa atau
perbuatan hina.[24]
4.
Kesimpulan
Ayat
Kolaborasi
antara akhlak dan materi ilmu yang disampaikan dalam pengimplikasian di dunia
pendidikan sangatlah penting, itulah mengapa penjelasan dalam ayat ini yaitu
berupa hikmah, hikmah yang terkandung didalamnya adalah dimana seseorang itu
dituntut memiliki akhlak yang baik, karena dengan begitu seseorang dapat diukur
ilmunya melalu etika atau tingkah lakunya. Sikap atau sifat tercela sangat
tidak baik, dan Allah sangat tidak menyukai akan hal itu, oleh karenanya
berangkat dari itu semua, Allah akan memberikan tempat yang layak bagi
seseorang yang memiliki akhlak tercela tersebut didalam neraka Jahannam dan
senantisa selalu dijauhkan dari segala rahmat-Nya.
Pendidikan
yang baik adalah ketika praktek dan teori yang diberikan tersebut bisa sangat balance.
Dan perpaduan pemberian ta’lim dan juga ta’dib/tarbiyah. Pendidik dan peserta
didik haruslah bekerja sama agar apa yang dituju dalam pendidikan dapat
terlaksana dengan baik dan sesuai dengan segala yang telah diterapkan.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Banyak hal
yang dapat kita petik dalam pembelajaran ayat-ayat diatas mengenai motivasi
pendidikan dalam Al-Qur’an. Karena menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap
umat, maka sudah dapat dipastikan segala sesuatu yang telah kita
upayakan dalam pendidikan juga akan menuai hasil yang sesuai nantinya.
Motivasi
pendidikan tersebut diantaranya :
1.
QS. Al-An’Am
: 50
Perumpamaan orang yang berilmu
dengan orang yang tidak berilmu sama dengan orang mu’min dengan orang kafir,
diserupai bagaikan orang yang bisa melihat dan orang yang tidak bisa
melihat, karena walaupun ia memiliki kedua mata, tetapi tidak digunakan dengan
baik serta akal pikiran tidak digunakan untuk berfikir, maka itu sama saja
seperti orang yang tidak memiliki ilmu.
2.
QS. Az-Zumar
: 9
Perbandingan orang yang beruntung
(selalu taat pada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya) dengan orang yang rugi
(kafir). Tidak sama antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dengan orang
bodoh.
3.
QS.
Al-Mujadalah : 11
Seorang akan dianggap memiliki ilmu
jika telah diukur pula melalui kualitas keimanannya. Karena tanpa ilmu, maka
seorang yang mengaku mukmin, tidak akan sempurna bahkan tidak benar dalam
keimanannnya. Seorang muslim wajib mempunyai ilmu untuk mengenal berbagai
pengetahuan tentang Islam baik itu menyangkut aqidah, adab, ibadah, akhlak,
muamalah, dan sebagainya.
4.
Qs. Al-Isra’
: 39
Pendidikan yang baik adalah apabila
seseorang itu tidak hanya mendapatkan ilmu saat ia menerima pelajaran melainkan
juga mendapatkan pelajaran akhlak, dan bisa menerapkannya dalam kehidupan atau
kesehariannya.
B. Kritik dan
Saran
Motivasi
pendidikan sudah banyak berkecimung dalam kehidupan umat manusia, hanya saja
kurang dilihat dari kacamata perspektif Al-Qur’an, segala sesuatunya telah
banyak dijelaskan dalam al-Quran tinggal diaplikasikan dalam dunia pendidikan
yang sebenarnya. Seseorang yang sudah mendapatkan ilmu tidak hanya menghentikan
perjuangannya disitu, akan tetapi haruslah ia mengajarkannya kepada orang lain
sehingga ilmu tersebut menjadi amal yang Insya Allah dibawa hingga ke akhirat.
Pendidikan adalah lentera kehidupan, karena seseorang akan benar-benar menjadi orang
ketika ia belum cukup puas akan ilmu yang didapatkannya dan diamalkannya.
Seperti yang sering kita dengar dalam hadits Rasul أُطْلُبُوا الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلىَ اللَّهْدِ
Demikian
kami selaku penulis mengakui bahwa dalam penulisan makalah ini tidaklah
sempurna, dan masih banyak kekurangan yang harus kami perbaiki. Untuk itu kami
mengharap masukkan dan saran yang bersifat membangun dari para senior/dosen
pengampu yang membimbing kami dalam pembuatan makalah. Yang terakhir, semoga
makalah ini bisa memberikan manfaat yang besar terutama bagi penulis dan para
pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Ashabuni.
Shafwa Al-Tafasir. Dar Ihya Al-Turats Al-Arabi, Beirut 1998.
Al-Maraghi,
Ahmad Musthafa. Tafsir Al-Maraghi. CV Toha Putra, Semarang 1993
Ar-Rifa’i, Nasib Muhammad. Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir Jilid 2,3,4. Gema Insani Press, Jakarta 1999.
Shihab, Muhammad Qurays, Tafsir Al-Misbah Volume 6. Lentera Hati,
Jakarta, 2000
Abdurrahman,
Jalaluddin As-Suyuti, Asbabun Nuzul. Muassasu Al-Kutub Al-Tsaqafiyah,
Beirut 2002.
Nata,
Abudin. Ilmu dan Pendidikan Islam. Gaya media Pratama, 2001
[1]
QS. al An’am ( 6:50)
[2]
Departemen
Agama, Yasmina Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Sygma Examedia
Arkanleema, 2009), hlm. 134.
[3]
Qs. al Ra’d (13:19)
[4]
Departemen
Agama, Yasmina Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Sygma Examedia
Arkanleema, 2009), hlm. 252
[5]
Muhammad
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 6, (Jakarta : Lentera Hati,
2000), hlm. 385
[6]
Ibid, hlm. 386
[7]
Ahmad Musthafa
Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi. (Semarang : CV Toha Putra, 1993), hlm.
120.
[8] Muhammad Quraish
Shihab, hlm. 387.
[9] Muhammad Nasib
Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir ibnu Katsir Jilid 2, (Jakarta : Gema Insani
Press, 1999), hlm. 214
[10]
Qs. al An’am (6:160)
[11]
Departemen
Agama, Yasmina Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Sygma Examedia
Arkanleema, 2009), hlm. 136.
[12]
Qs. al Zumar ( 39:9)
[13]
Departemen
Agama, Yasmina Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Sygma Examedia
Arkanleema, 2009), hlm. 459
[14] Jalaluddin As-Suyuti, Asbabu
Nuzul. (Beirut : Muassasu Al-Kutub Al-Tsaqafiyah, 2002), hlm. 320.
[15] Muhammad Nasib
Ar-Rifa’i, hlm 95
[16] Ibid, hlm. 96
[18] Jalaluddin As-Suyuti, Asbabu
Nuzul.(Beirut : Muassasu Al-Kutub Al-Tsaqafiyah, 2002), hlm.
423.
[20] Ibid, hlm. 630.
[21] Ibid, hlm. 631.
[22] Agus Purwanto, hlm.
287.
Komentar
Posting Komentar