Langsung ke konten utama

RASA TAKUT YANG BERLEBIHAN TERHADAP ANAK-ANAK


الخوف المبالغ فيه على الابناء
RASA TAKUT YANG BERLEBIHAN TERHADAP ANAK-ANAK
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Arab

Dosen Pengampu: Dr. A. Halil Thahir, M.HI

Description: 220px-Logo_IAIN_new.png




Oleh
Elysa Nurul Qomaria
921. 015. 19. 005

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2019


BAB I
I. Pendahuluan
Ketakutan atau Kecemasan adalah hal yang normal di dalam kehidupan karena kecemassan sangat dibutuhkan sebagai pertanda akan bahaya yang mengancam. Namun ketika kecemasan terjadi terus menerus, tidak rasional dan intensitassnya meningkat, maka kecemasan dapat mengganggu aktifitas sehari-hari dan disebut sebagai gangguan kecemasa.[1]  Ketakutan yang berlebihan pada suatu hal atau fenomena dalam ilmu psikologi dinamakan fobia. Fobia bisa dikatakan dapat menghambat kehidupan orang yang mengidapnya. Fobia sebenarnya adal-ah rasa takut yang berlebih yang dialami seseorang. Fobia bisa menyerang siapapun, tidak memandang itu anak-anak atau orang tua. Fobia yang dialami anak saat mereka belajar dari lingkungannya. Orang tua yang berteriak ketika melihat objek tertentu, menunjukkan ekspresi takut yang berlebihan, bahkan melarang anak untuk mendekati objek atau situasi yang ditakuti tersebut tanpa memberi alasan yang jelas dapat menularkan fobia tersebut pada anak-anaknya. Disamping itu karena pengalaman menakutkan yang terjadi secara tiba-tiba yang menyebabkan anak mengalami fobia.
Fobia biasanya dialami oleh anak-anak, disini berbeda jika ternyata yang mengalami fobia ini adalah ibu. Dimana ibu memiliki kekhawatiran yang berlebih terhadap anak-anak mereka. Sebenarnya kekhawatiran seorang ibu terhadap anak-anaknya adalah hal yang wajar. Namun jika kekhawatiran itu sudah berlebihan bahkan sampai pada tingkat yang tertinggi itulah yang tidak baik. Karna akan menjadikan pola asuh ibu menjadi otoriter. Pola asuh yang otoriter bisa membuat anak tidak mampu mengembangkan potensi mereka dengan baik.

II. Isi Teks
Ketakutan yang berlebihan terhadap anak-anak

        Ide utama dalam pembahasan ini adalah apakah orang tua mengerti betapa pentingnya mendidik anak-anak, dan melindunginya dari semua kejahatan. Yang menjadikan mereka cemas terhadap anak-anaknya, sehingga kecemasan itu benar-benar nyata, yang menjadikan mereka khawatir jika anaknya mengalami berbagai  hal. Salah satunya orang tua cemas jika sang anak berurusan dengan orang lain, cemas berurusan dengan udara, dan akan terkejut jika salah satu dari mereka ada di tanah atau mengalami cedera ringan.
        Ibu sangat senang berlindung di belakang dokter, dan sangat tergantung dengan apa yang dikatakan seorang dokter, dimana sang ibu akan bahagia apabila seorang dokter mengatakan bahwa anak mereka sakit. Berbeda jika seorang dokter mengatakan bahwa sang anak tidak sakit, mereka akan marah dan membawa anaknya ke dokter yang lain karna merasa asumsi dokter tersebut tidak sesuai dengan yang mereka khawatirkan.
        Saat beberapa anak mereka takut pada sang ibu atau melecehkan ketakutannya. Ibu akan sangat terkejut. Apalagi sebagian dari mereka melawan bahkan menuunjukkan bahwa mereka marah, sampai terkadang ada yang berani mengatakan dengan perkataan:  Saya tidak muda, Mengapa ibu takut dengan gambar ini?

Analisis ilmiah situasi:

Rasa takut yang wajar akan tanda-tanda kesehatan rohani dan jasmani, tetapi pergeseran rasa takut telah menjadi fobia, dalam arti penyakit psikologis, dan karena itu rasa takut pada ibu terhadap anak-anak akan tanda-tanda kesehatan atau keduanya, tetapi jika berubah menjadi rasa takut yang berlebihan telah menjadi penghalang bagi pendidikan, yang mengharuskan setiap orang tua agar mampu menghentikan emosi seperti itu, orang tua harus membangun kepercayaan  diri anak-anak dan melatih mereka untuk bertanggung jawab.
Semua orang tahu bahwa perawatan yang berlebihan tidak mencegah sesuatu yang mencegah kita melakukan sesuatu dalam pengetahuan yang tak terlihat, tetapi sebelum memaksakan perlindungan pada anak-anak kita harus mengajari mereka bagaimana melindungi diri mereka sendiri, dan sebelum mereka kembali untuk bergantung pada kita dalam segala hal, kita perlu tahu bagaimana melindungi mereka. Agar terbiasa dengan kemandirian. 
Orang tua perlu mengingat bahwa pengalaman tidak datang kepada anak-anak melalui ceramah atau nasihat, Anak tidak belajar bahwa hal ini bisa menyakitkan karena panas kecuali disentuh, dan belajar untuk berhati-hati dari kursi karena jatuh dari tempat yang tinggi itu menyakitkan. 
Namun, ini tidak mencegah orang tua dari menjaga anak-anak dari jatuh di atas kepala mereka atau membawa alat atau benda tajam atau zat berbahaya, tetapi kita harus mengajari mereka dengan tenang tanpa ketegangan atau emosi, sehingga mereka tidak memiliki rasa takut yang berlebihan akan hal-hal ini. 
 
Semboyan : Kita mampu keluar dari dari posisi ini dengan mengingat ayat : ( katakan: ‘ kita tidak akan menderita kecuali apa yang telah dituliskan Allah untuk kita”)

II.       ANALISA
1.    Pengertian Fobia
Menurut Elida Prayitno (2009:13) mengatakan bahwa Fobia atau fobi adalah suatu ketakutan yang tidak masuk akal namun penderita dapat menjelaskan apa penyebab dan bagaimana cara mengatasi ketakutannya itu. Para penderita fobia neurosis tidak menyadari apa yang mendasari apa yang mendasari perasaan takutnya. Reaksi mereka terhadap ketakutan itu sangat hebat yang menyebabkan penderita merasa sengsara. Jika para penderita menyadari sebab-sebab yang mendasari dari ketakutan mereka itu, maka ketakutan mereka berkurang dan bahkan dapat hilang.[2]
Secara umum, phobia adalah rasa ketakutan kuat (berlebihan) terhadap suatu benda, situasi, atau kejadian, yang ditandai dengan keinginan untuk ngejauhin sesuatu yang ditakuti itu. Kalau  sudah parah, penderitanya bisa terserang panik saat ngeliat hal yang dia takutin. Sesak nafas, deg-degan, keringat dingin, gemetaran, bahkan sampai tidak bisa menggerakkan badannya.
Menurut Atkitson (2005: 253) mengatakan Istilah "phobia" berasal dari kata "phobi" yang artinya ketakutan atau kecemasan yang sifatnya tidak rasional; yang dirasakan dan dialami oleh sesorang. Phobia merupakan suatu gangguan yang ditandai oleh ketakutan yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu obyek atau situasi tertentu. Ciri psikis adalah rasa cemas/ panik, tetapi tanpa dasar yang jelas, sedangkan ciri fisik misalnya : gemetar, jantung berdebar-debar, terkadang disertai nafas tersengal-sengal.[3]
2.    Bentuk-bentuk fobia
Phobia dapat dikelompokan secara garis besar dalam tiga bagian, yaitu :
a. Phobia sederhana atau spesifik (Phobia terhadap suatu obyek/keadaan tertentu) seperti pada binatang, tempat tertutup, ketinggian, dan lain lain.
b. Phobia sosial (Phobia terhadap pemaparan situasi sosial) seperti takut jadi pusat perhatian, orang seperti ini senang menghindari tempat-tempat ramai.
c. Phobia kompleks (Phobia terhadap tempat atau situasi ramai dan terbuka misalnya di kendaraan umum/mall) orang seperti ini bisa saja takut keluar rumah.
3.    Penyebab Fobia
        Menurut Bagby dan Shafer (19) dalam Elida Prayitno (2009:14) mengemukakan penyebab penderitaan fobia yaitu[4] :
a. Pengalaman yang menyakitkan atau menakutkan akan menimbulkan pengalaman traumatik. Pengalaman yang sangat menyakitkan atau menakutkan yang menimbulkan trauma itu, biasanya dialami pada masa kanak-kanak. Misalnya pengalaman traumatik yang berkaitan dengan hal-hal yang memalukan atau peristiwa yang terlarang. Oleh karena itu penderita menghindari pikiran atau ingatan berkenaan dengan peristiwa yang sangat memalukan itu dan tidak ingin diketahui oleh orang lain. Pikiran atau ingatan yang memlaukan itu disingkirkan oleh penderita dari kesadarannya dengan menekannya kealam bawah sadarnya, sehingga dia lupa.
b. fobia muncul karena perasaan bersalah atau berdosa yang sangat tinggi. Situasi yang memalukan dicegah agar situasi itu tidak muncul dlam kesadaran. Namun ketakutan atau fobia tidak akan muncul jika penderita memiliki memiliki hubungan  yang harmonis, bahagia, aman dan damai dengan orang tua  semasa kanak-kanak dan setelah berkeluarga dan menikah.
c. fobia terhadap objek tertentu dapat menyebabkan pobia terhadap objek lain. Dengan kata lain fobia dapat merembet kepada ketakutan kepada objek lainya.
d. Selain itu salah satu penyebab fobia adalah Imajinasi yang berlebihan dapat juga menyebabkan phobia.
Analisa yang pertama karena adanya faktor biologis di dalam tubuh, seperti meningkatnya aliran darah dan metabolisme di otak. Bisa juga karena ada sesuatu yang nggak normal di struktur otak. Tapi kebanyakan psikolog setuju, phobia lebih sering disebabkan oleh kejadian traumatis kayak yang dialami Rachel Green tadi. Kabarnya nih, beberapa hari setelah bom bali meledak para korbannya yang selamat, jadi phobia sama api dan suara keras. Kejadian traumatis, seperti inilah yang jadi penyebab phobia paling umum. Masih ada penyebab lainnya yang dianalisa oleh psikolog, yaitu phobia juga bisa terjadi karena budaya. Seperti di Jepang, Cina dan Korea, masyarakatnya takut banget sama angka 4 (tetraphobia) sedangkan di Italia takut sama angka 17 yang dianggapnya angka sial, Memang tidak rasional, tapi benar-benar terjadi.
4. Pengaruh Fobia terhadap Perkembangan Anak
Perlu kita ketahui bahwa phobia sering disebabkan oleh faktor keturunan, lingkungan dan budaya. Perubahan-perubahan yang terjadi diberbagai bidang sering tidak seiring dengan laju perubahan yang terjadi di masyarakat, seperti dinamika dan mobilisasi sosial yang sangat cepat naiknya, antara lain pengaruh pembangunan dalam segala bidang dan pengaruh modernisasi, globalisasi, serta kemajuan dalam era informasi. Dalam kenyataannya perubahan-perubahan yang terjadi ini masih terlalu sedikit menjamah anak-anak sampai remaja. Seharusnya kualitas perubahan anak-anak melalui proses bertumbuh dan berkembangnya harus diperhatikan sejak dini khususnya ketika masih dalam periode pembentukan (formative period) tipe kepribadian dasar (basic personality type). Ini untuk memperoleh generasi penerus yang berkualitas.[5]
Berbagai ciri kepribadian/karakterologis perlu mendapat perhatian khusus bagaimana lingkungan hidup memungkinkan terjadinya proses pertumbuhan yang baik dan bagaimana lingkungan hidup dengan sumber rangsangannya memberikan yang terbaik bagi perkembagan anak,khususnya dalam keluarga.
Berbagai hal yang berhubungan dengan tugas, kewajiban, peranan orang tua, meliputi tokoh ibu dan ayah terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, masih sering kabur, samar-samar. Sampai saat ini masih belum jelas mengenai ciri khusus pola asuh (rearing practice) yang ideal bagi anak. Seperti umur berapa seorang anak sebaiknya mulai diajarkan membaca, menulis, sesuai dengan kematangan secara umum dan tidak memaksakan. Tujuan mendidik, menumbuhkan dan memperkembangkan anak adalah agar ketika dewasa dapat menunjukan adanya gambaran dan kualitas kepribadian yang matang (mature, wel-integrated) dan produktif baik bagi dirinya, keluarga maupun seluruh masyarakat. Peranan dan tanggung jawab orang tua terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak adalah teramat penting.[6]
Lingkungan hidup meliputi rumah, sekolah dan lingkungan sosial, baik secara langsung maupun tak langsung mempengaruhi anak. Lingkungan merupakan sumber stimulasi yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak. Kita semua memahami bahwa sejak seorang anak dilahirkan, sejak saat itu ia peka terhadap berbagai rangsangan dari lingkungan hidupnya, baik dalam arti sempit dalam keluarga, maupun dalam arti luas dengan lingkungan alamnya, akan berpengaruh terhadap kehidupan psikis.
Pada kenyataannya, seringkali dalam keluarga dan lingkungan sekolah, yang seharusnya mendidik dan memberikan pengaruh yang baik pada anak malah sebaliknya terjadi tindak kekerasan pada anak (child abuse) baik fisik maupun psikis yang dilakukan orang orangtua di keluarga atau guru di sekolah. Ini menjadi ancaman serius bagi anak-anak. Kondisi tersebut harus segera diakhiri, sebab perlakuan kasar pada anak berakibat anak juga akan bersikap kasar saat dewasa dan tidak bisa memecahkan persoalan lewat dialog.
Saat ini memang belum ada studi khusus mengenai kekerasan pada anak di sekolah dan rumah tangga. Diperkirakan 50-60% orangtua melakukan child abuse dalam berbagai bentuk. Bentuk child abuse yang sering diterima anak, seperti dijewer, dipukul (deraan fisik) karena anaknya yang dinilai tidak berprestasi di sekolah, kata-kata kasar (bodoh, malas, kamu besok tidak bisa menjadi apa-apa) dan lain-lain. Ini sangat memprihatinkan.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pola pendidikan prasekolah bagi anak. Ini sangat penting, karena pendidikan prasekolah merupakan ajang stimulasi sosial dan mental pada usia dini lewat bermain dan berkawan. Namun, yang terjadi di hampir semua tempat, anak-anak dijadikan robot-robot kecil yang harus menuruti kata pendidiknya atau guru.
Pendidikan prasekolah (play group dan taman kanak-kanak) sering keliru memberikan kurikulum yang sesuai dengan usia anak. Pada umumnya lebih banyak memberi pelajaran membaca, menulis dan berhitung yang membuat anak-anak yang dipaksa belajar terlalu dini yang nanti berakibat anak menjadischool phobia.
Pakar psikologi banyak mengatakan kurikulum pelajaran yang dikembangkan di Indonesia sering tidak berpihak kepada perkembangan perilaku kecerdasan anak. Kurikulum terlalu padat dan cenderung dijejalkan kepada anak yang seharusnya bisa dirangsang kreatifitasnya sesuai potensi unggul yang dimilikinya. Perlu dipahami anak memiliki batas-batas perkembangan kecerdasan, sehingga kalau dipaksakan menerima suatu pelajaran yang tidak sesuai kreatifitasnya, maka bisa menimbulkan dampak buruk bagi si anak. Akibatnya anak bisa stress dan tidak bahagia.
Dunia anak adalah dunia bermain yang sangat indah baginya, oleh karena itu, dalam proses mendidik anak itu juga harus dilakukan secara bermain dengan santai dan akrab. Jangan mendidik anak-anak secara formal sebab itu bisa bertentangan perkembangan perilaku kecerdasan anak. Pada dasarnya semua anak itu adalah cerdas. Jika anak tidak pandai matematika tidak bisa dikatakan bodoh, tetapi ia cerdas di bidang lain seperti bermain musik karena memang potensi unggulnya di bidang itu. Dan ini bisa kita lihat mereka yang sukses itu adalah orang-orang yang cerdas di bidangnya masing-masing. Jadi sebenarnya anak itu bukan tidak cerdas, tetapi karena sistem pendidikan yang keliru kemudian berakibat pada school phobia pada anak-anak.
5.    Solusi Fobia untuk orang tua
Perilaku orang tua kepada anak memegang peranan yang snagat besar dalam perkembangan anak pada masa mendatang, karena pada masa anak-anak merupakan periode kritis yang menjadi dasar bagi berhasil tidaknya menjalankan tugas perkembangan selanjutnya. Pertama kali anak seorang anak bergaul adalah dengan orang tua. Sehingga perilaku orang tua kepada anak menjadi penentu bagi perkembangan anak, baik perkembangan fisik maupun psikqisnya. Kartono seperti yang dikutip Nurela, (2012) menyatakan perilaku orang tua yang overprotective di mana orang tua terlalu banyak melindungi dan menghindarkan anak mereka dari macam-macam kesulitan sehari-hari dan selalu menolongnya, pada umumnya anak menjadi tidak mampu mandiri, tidak percaya dengan kemampuannya, merasa ruang lingkupnya terbatas dan tidak dapat bertanggung jawab terhadap keputusannya sehingga mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri. [7]
Sekarang ini banyak sekali ditemui orang tua yang memberikan apa saja yang diingkan anak mereka, tapi tidak memberikan tanggung jawabq kepada anak mereka. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Sunarto dan Hartono dalam Nurela (2012) bahwa kebiasaan orang tua yang selalu memanjakan anak, anak tidak bisa mempertanggung jawabkan apa yang dilakukan, pada umumnya anak menjadi tidak mampu mandiri, tidak percaya dengan kemampuannya, dan merasa ruang lingkupnya terbatas.[8]
Menurut Yusuf yang dikutip Nurela, (2012) menyatakan aspek perilaku Overproqtective orang tua adalah qqkontak yang berlebihan kepada anak, perawatan atau pemberian bantuan kepada anak yang terus menerus, mengawasi kegiatan anak secara berlebihan dan memecahkan masalah anak.[9]
Maraknya berita kejahatan yang mengancam anak-anak membuat kita sebagai orangtua berusaha memberikan perlindungan maksimal untuk buah ahti. Tetapi pola asuh overprotective, yang membayangi anak kemana saja, bisa berdampak buruk. Selain anak menjadi tidak mandiri, pola ash seperti itu juga membuat anak rentan jadi korban perundungan (bullying).
Namun seorang anak akan memiliki kepribadian yang berbeda jika mereka diasuh orang tua dengan pola asuh yang demokratis. Seperti yang  dikatakan Kartono dalam Gustiani (2012) menyatakan apabila anak duash dengan pola asuh demokratis maka tumbuh kembang anak akan lebih baik.[10] Dimana orang tua selalu memberikan kebebasan beraktifitas tetapi tetap diarahkan orang tuanya, akan cenderung bebas melakukan aktifitas pembelajaran dalam dirinya tetapi bertanggung jawab akan akibat yang diterima kelak, pemberani, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, tidak tergantung pada orang tuanya dan riang gembira. Selain pola asuh otoriter dan demokratis ada juga pola asuh permisif.[11] Dimana orang tua memberikan kebebasan sepenuhnya dan anak diijinkan membuat keputusan senqdiri tentang langkah apa yang akan dilakukan, orangtua tidak pernah memberikan pengarahan dan penjelasan kepada anak tentang apa yang sebaiknya dilakukan anak, dalam pola ash permisif ini hamper tidak ada komunikasi anatra anak dengan orangtua serta tanpa ada disiplin sama sekali.
Pada dasarnya semua orang tua harus memberikan hak anak untuk tumbuh. Semua anak ahrus memperoleh yang terbaik agar dapat tumbuh sesuai dengan apa yang mungkin dicapainya dan  sesuai dengan kemampuan tubuhnya. Sesuai dengan kemampuan tububnya. Untuk itu perlu perhatian dan dukungan orang tua.
IV. KESIMPULAN
Orang tua adalah guru yang pertama dan utama bagi anak-anaknya. Terutama seorang ibu. Dia adalah madrasatul Ula bagi anak. Orang tua melalui fungsi sosialisasi dan pendidikan dalam keluarga merupakan lingkungan pertama yang diterima anak, sekaligus sebagi pondasi bagi pengembangan pribadi anak. Jadi orang tua harus memahami dengan benar peran dan fungsi mereka bagi anak-anaknya. Sehingga mereka akan mampu menepatkan diri secara lebih baik dan mampu menerapkan pola asuh dan pembinaan yang tepat bagi sang anak. Agar tidak adanya fobia yang dialami anak.
Kekhawatiran yang dirasakan seorang ibu memanglah wajar. Namun kekhawatiran yang berlebih juga akan berdampak buruk bagi anak. Anak yang dikenkang akan mengalami dua sifat, yang pertama dia akan menjadi idiot dan penakut atau dia akan menjadi pemberontak dan pembangkan. Selain itu ibu adalah contoh bagi anak. Apa yang dilakukan ibu pasti akan di contoh oleh anak.




























LAMPIRAN
Qowaidu alnahwiyah
Inna wa Akhwatuha ( إِنَّ وَ أَخْوَاتُهَا)
*. إِنَّ وَ أَخْوَاتُهَا مِنَ الْحُرُوْفِ اَلَّتِيْ دَخَلَتْ عَلَى الْجُمْلَةِ اَلَّتِيْ تَتَكُوْنُ مِنَ الْمُبْتَدَأِ وَالْخَبَرِ فَيَنْصُبُ الْمُبْتَدَأِ فَيَكُوْنَ إِسْمًالَهُ مَنْصُوْبًاوَيَرْفَعُ الْخَبَرِ فَيَكُوْنَ خَبْرًا لَهُ مَرْفُوْعًا
*.
إِسْمٌ إِنَّ وَ أَخْوَاتُهَا: ( تَنْصِبُ الإِسْمَ وَ تَرْفَعُ الْخَبَرْ)
*. Inna wa Akhwatuha ( Saudara-saudarnya ) adalah huruf-huruf yang masuk ke dalam jumlah ( kalimat ) yang terdiridari Mubtada dan Khobar, menashob Mubtada’ maka menjadi Isim Inna dan merafa’ Khobar maka menjadi Khobar Inna.
*. Isim Inna dan Saudara-Saudaranya ( Menashob Isim dan Merafa’ Khobar ).

Adapun saudara-saudara Inna sebagai berikut ;
*. أَنَّ لِلْتَأْكِيْدِ :
Anna ( Sesungguhnya) untuk menguatkan.
مِثْلُ :
سَمِعْتُ أَنَّ الْمُدَرِّسَ مَرِيْضٌ
( Saya mendengar sesungguhnya guru (lk) itu sakit )
*. كَأَنَّ لِلْتَشْبِيْهِ :
Kaanna ( Seolah-olah) untuk penyerupaan.
مِثْلُ :
كَأَنَّ الْمُؤَظَّفَ مُدِيْرٌ
( Pegawai itu seolah-olah seperti direktur )
*. لَيْتَ لِلْتَمَنَّى :هُو يَكُوْنُ
Laita ( ingin sekali) untuk angan-angan.
*. فِيْ الْمُمْكِنْ اَلَّذِيْ يَسْهُلُ حُصُوْلُهُ .
1. Angan-angan yang mungkin/dapat mudah dicapai.
مِثْلُ :
لَيْتَ الطَّالِبَ نَاجِحٌ
( Siswa itu ingin sekali lulus )
*. فِيْ الْمُمْكِنْ اَلَّذِيْ يَصْعَبُ حُصُوْلُهُ أَوْ يَسْتَحِيْلُ حُصُوْلُهُ .
2. Angan-angan yang susah dicapai atau mustahil terjadi.
مِثْلُ :
لَيْتَ الْمُهْمِلِيْنَ نَاجِحُوْنَ
( Para orang lalai itu ingin sekali lulus )
*. لَعَلَّ لِلْتَرِجِيْ وَهِيَ لاَ تَكُوْنُ إِلَّا فِيْ الْمُمْكِنْ :
La’alla ( Mudah-mudahan)
مِثْلُ :
لَعَلَّ الطَّالِبَيْنِ مَاهِرَانِ
( Mudah-mudahan kedua siswa itu pintar )
*. لَكِنَّ لِلْاِسْتِدْرَاكِ:
Lakinna ( Tetapi ) untuk membandingkan.
مِثْلُ :
أَبُوْكَ غَنِيٌّ لَكِنَّ أَخَاكَ فَقِيْرٌ
( Bapakmu kaya tetapi kakakmu miskin )



















DAFTAR PUSTAKA
Atkiddson. 2005. Pengantar Psikologi. Jakarta; Erlangga.
Davidson. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta; Gravindo.
Elida Prayitno. 2009. Psikologi Abnormal. Padang; FIP UNP
Gustiani,2015.  Pola ash makin modern, orang tua di asia cenderung overprotective terdapat dalam http://health.detik.com. Diakses tanggal 29 april 2015.
http//www. 15 April 2007. Cara mengatasi fobia. Org.blongspot.com
http//www. 20 Mai 2008. Admin. Fobia. Org.psiAb.com.
http//www.13 Juni 2008. Pengaruh Fobia terhadap perkembangan anak. Andy.com
Isywara Mahendratto. 2007. Psikologi Abnormal. Bandung; PT. Cipta Karya.
Jefrfrey. 2003. Psikologi Abnormal. Jakrata; Erlangga.
Nurela, 2012. Hubungan anatra perilaku over protective orang tua dengan penyesuain diri remaja. (IAIN: Cirebon )
Santrock, John W. 2011. Masa perkembangan anak. (Jakarta: Salemba Humanika)






[1] http://jhe-handayani.blogspot.com/2013/11/makalah phobia, html, diakses pada tanggal 16 April 2019, 13.45 wib.
[2] Prayitno Elida, Psikologi Abnormal, (Padang: FIP UNP), 2009, hlm 13.
[3] Atkiddson, Pengantar Psikologi, (Jakarta; Erlangga), 2005, hlm 253 
[4] Prayitno Elida, Psikologi Abnormal…………….,14
[5] http//www. 20 Mai 2008. Admin. Fobia. Org.psiAb.com. Diakses tanggal 29 april 2019
[6] http//www. 15 April 2007. Cara mengatasi fobia. Org.blongspot.com, Diakses tanggal 29 april 2019
[7] http//www.13 Juni 2008. Pengaruh Fobia terhadap perkembangan anak. Andy.com, Diakses tanggal 29 april 2019
[8] Nurela, Hubungan anatra perilaku over protective orang tua dengan penyesuain diri remaja. (IAIN: Cirebon, 2012)
[9] Nurela, Hubungan anatra ………………………
[10] Gustiani, Pola ash makin modern, orang tua di asia cenderung overprotective terdapat dalam http://health.detik.com. Diakses tanggal 29 april 2019.
[11] Santrock, John W, Masa perkembangan anak,  (Jakarta: Salemba Humanika, 2011)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

pengertian PTK

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN TINDAKAN KELAS Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Penelitian Tindakan Kelas 0leh Kelompok 2: Ana Nur Afni Aulya Ari Susana Durrotul Faridah Maria ulfah Siti Rahmawati Dosen pengampu: Khudriyah MPd. PRODI S-1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL URWATUL WUTSQO – JOMBANG 2016 BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan suatu cara memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru. Praktik PTK dapat dilakukan secara efektif oleh setiap guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Prakti PTK yang dilakukan secara logis dan sistematis, serta jujur dalam pelaporannya akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembelajaran yang secara langsung akan berdampak terhadap perbaikan manajemen sekolah secara keseluruhan. [1] Tugas guru dituntut untuk selalu memperbaiki sistem maupun kegiatan pembelajaran agar bisa efektif dan efisien, salah satu cara dengan m

EDISI MUKTAMAR PUISI BERKOAR

mengais sisa-sisa sejarah nyata yang terbuang dari sedikit banyak yang terjadi di muktamar jombang yang kini telah jadi bahan berbincang dari yang hanya sekedar berlalu sampai yang terus terngiang-ngiang untuk menghormati muktamar jokowi terlihat gusar meskipun sarungnya anyar karna jokowi terlihat gak sangar menurut sebagian kiyai muktamar telah dinodai oleh beberapa oknum priayi yang mencoba memperkaya diri tersiar kabar dari dalam muktamar si penyandang gelar makin berkoar ketika si "qohar" mengajak bersabar karna sidang pleno gk berjalan lancar mungkin yang salah panitia mungkin juga para pesertanya itu muktamar apa pasar raya kok saling berkoar dimana-mana konon katanya bergelar YAI tapi kok makin lupa diri mungkin ada satu kursi yang tak terisi kursi singgasana Ilahi robbi takbir dan sholawat sih berkumandang bahkan ada yang asyik berdendang ternyata ada satu yang kurang SANG PERENCANA tidak diundang

Hadits shahih, Hasan dan Dhaif

BAB II PEMBAHASAN A.     Hadis Shahih 1. Pengertian hadits shahih Shahih secra etimologi adalah lawan dari saqim ( sakit ). Sedangkan dalam istilah ilmu hadits, hadis shahih berarti : مَااتٌصَلَ سَنَدُهُ بِنَقْلِ اْلعَدْلِ اْلضٌا بِطِ عَنْ مِثْلِهِ اِلَىَ مُنْتَهَا هُ مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ وَلاَعِلَّةِ. Hadis yang berhubungan ( bersambung ) sanad-nya yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, dhabith, yang diterimanya dari perawi yang sama ( kualitasnya ) dengannya sampai kepada akhir sanad, tidak syadz dan tidak pula ber-‘illat. [1] Ibn al-shalah mendefinisikan hadis shahih sebagai berikut: Yaitu hadis musnad yang bersambung sanad-nya dengan periwayatan perawi yang adil dan dhabith, ( yang diterimanya ) dari perawi ( yang lain ) yang adil dan dhabith hingga ke akhir (sanad – nya, serta hadis tersebut tidak syadz dan tidak ber-‘illat. Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa suatu hadis dapat dinyatakan shahih apabila telah mem e nuhi kriteria tertentu. Krit